PendahuluaN
Ternak
bagi sebagian petani, merupakan komponen usahatani yang tidak kalah
pentingnya dengan usaha utamanya seperti padi, tembakau, palawija dan
sebagainya. Walaupun ternak hanya berfungsi sebagai usaha sampingan dan
tabungan tetapi kehidupan ternak menjadi perhatian sepanjang hari.
Sebagai mahluk hidup ternak membutuhkan makanan dan minum yang harus
disediakan sepanjang hari.
Namun
ketersediaan pakan sepanjang tahun yang sangat tergantung pada musim
menyebabkan hijauan pakan melimpah pada musim hujan sedangkan pada musim
kemarau sangat kurang. Disamping itu sumber-sumber pakan itu sendiri
sudah mulai berkurang disebabkan pergeseran pengunaan lahan. Semula
lahan penggembalaan cukup luas, kemudian beralih fungsinya menjadi lahan
pertanian, selanjutnya sebagian menjadi lokasi bangunan perumahan, gudang dan
lainnya. Kondisi demikian juga menyebabkan sumber pakan terbatas.
Alternatif jalan keluarnya adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Limbah
Pertanian
Khususnya
untuk ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing atau domba, terdapat
beberapa jenis limbah pertanian dapat diberikan secara langsung atau diproses
fermentasi terlebih dahulu sebelum diberikan. Limbah pertanian seperti
jerami baik itu jerami kacang, jerami padi atau jerami jagung menjadi
alternatif penting sebagai penyedia pakan terutama untuk mengatasi kekurangan
hijauan pada musim kemarau. Walaupun masih banyak peternak yang belum
memanfaatkan limbah pertanian tersebut, salah satu penyebabnya adalah
pengetahuan yang lebih jelas. Jika peternak tetap bertahan pada rumput
alam, rumput gajah, tanaman legum pohon yang diberikan dalam bentuk segar,
maka yang terjadi adalah ternak tidak mendapatkan pakan yang cukup sehingga
dapat berakibat pada penurunan produksi. Ternak dapat kehilangan berat
badan, atau kemampuan reproduksinya menurun pada saat kekurangan pakan.
Pengertian
Jerami
Yang
dimaksud jerami adalah bagian batang tumbuhan yang setelah dipanen
bulir-bulir buahnya baik bersama tangkainya atau tidak dikurangi dengan akar dan
sisa batang yang disabit dan masih tegak dipermukaan tanah. Produksi jerami
padi bervariasi yaitu dapat mencapai l2- 15 ton per hektar satu kali panen,
atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman
yang digunakan. Jerami padi dihasilkan 1-2 kali di daerah kering,
dan sebagian petani masih membiarkannya tertumpuk pada lahan sawah sampai
datangnya musim tanam kembali.
Jerami
padi melimpah selama musim hujan, namun langka pada musim kemarau.
Jumlahnya cukup besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan, potensinya
sebagai salah satu sumber makanan ternak memang memiliki nulai nutrisi yang
relatif rendah.
Daya
Cerna Jerami
Jika
dibandingkan dengan rumput maka daya cerna jerami padi lebih lambat.
Yang dimaksud daya cerna adalah lamanya makanan berada dalam saluran
pencernaan sejak mulai masuk dari mulut sampai keluar melalui anus.
Untuk jerami padi waktu cerna dapat mencapai 5-12 hari, sedangkan rumput
hanya 2-3 hari saja. Semakin cepat waktu cernanya maka ternak makin
mudah lapar lagi dan akan mengkonsumsi makanan lebih banyak. Sebaliknya
makin lambat proses pencernaan maka hewan juga akan membutuhkan waktu yang
lama untuk lapar kembali sehingga menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi
lebih sedikit. Ditambah lagi nilai nutrisi jerami yang relatif rendah
menyebabkan nutrisi yang masuk ke tubuh ternak jga sedikit dan ternak menjadi
kekurangan nutrisi.
Penghambat
daya cerna pada jerami adalah kandungan lignin, silika dan kutin yang relatif
tinggi karena jerami adalah tanaman yang sudah tua dan telah melewati fase
generatif (sudah berbuah). Namun potensi jerami sebagai sumber energi
cukup baik. Pengolahan dan Pengawetan jerami merupakan upaya untuk
dapat meningkatkan daya cerna dan mempertahanakan kualitas selama mungkin
selama penyimpanan. Jerami bisa disimpan dan diawetkan dengan cara
pengeringan (haylage) dan silage.
Pengolahan
Jerami
Pengolahan
yang dimaksud di sini adalah daya upaya untuk meningkatkan daya cerna jerami
sesuai dengan kualitas rielnya. Efektifitas cerna mikroorganisme
ditingkatkan agar dapat menghancurkan lignin, silika dan kutin, di samping
itu masih dapat meningkatkan kandungan protein.
Kandungan
zat-zat makanan pada jerami padi
Pengawetan
Jerami
Jerami
bisa disimpan dalam keadaan segar dan kering. Pada prinsipnya dalam
upaya menyimpan jerami agar tidak mengalami kerusakan selama penyimpanan,
perlu diusahakan agar tidak terjadi perkembangan jamur dan bakteri yaitu
dengan menambahkan urea.
Peyimpanan
segar :
Bahan-dan
alat :
Cara
mengawetkan :
Amoniasi
Jerami
Amoniasi
jerami padi merupakan pengolahan jerami dengan menggunakan urea untuk
meningkatkan manfaat jerami. Cara ini merupakan teknik mengolah jerami
dengan biaya murah, mudah dilakukan, aman bagi peternak maupun bagi ternak
dan memberikan keuntungan meningkatkan kadar N (nitrogen). Dengan
mencampurkan urea dan air pada jerami padi maka akan terjadi proses
hidrolisa, selanjutnya dengan enzim urease, urea akan terurai menjadi ammonia
dan CO2.
Bahan
yang diperlukan.
Alat-alat
:
Cara
membuat
Jerami
Fermentasi
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, baik dengan
cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya
disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya,
memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang
mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan yang
mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amonia yang menyengat). Cara
yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak adalah
fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik,
lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non
simbiotik (contohnya : starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain).
Bahan.
Tempat
pembuatannya harus ada naungan/atap terhindar dari hujan dan sinar matahari
langsung.
Cara
Pembuatan :
Catatan
:
Dalam
membuat jerarni fermentasi tidak perlu ditutup. Apabila membuat jerami
fermentasi dalam jumlah sedikit tumpukan jerami bisa ditutup dengan sehelai
karung goni. Selain jerami, bahan lain yang bisa difermentasi untuk makanan
ternak antara lain : alang-alang, pucuk tebu dll. Alang-alang dibuat
fermentasi dengan dilayukan terlebih dahulu dan harus dipotong-potong antara
5-10 cm (bahan sama yaitu starbio dan urea).
Fungsi
urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH4 ini
digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi
disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan. Bisa juga dikatakan sebagai
katalisator dalam proses fermentasi.
Pustaka
:
BIP.
1983. Petunjuk Pengawetan Hijauan Makanan Ternak. Balai Informasi
Pertanian NTB. Departemen Pertanian.
BIP.
1986. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pakan Ternak. Departemen
Pertanian. Ciawi.
Komar,
A., 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak.
Yayasan Dian Grahita Indonesia.
Reksohadiprodjo,
S. 1988. Pakan Ternak Gembala. BPFE Yogyakarta.
|
Proses
Pembuatan Jerami Padi Fermentasi
Pembuatan
jerami padi fermentasi dengan sistem terbuka. Proses fermentasi
terbuka dilakukan pada tempat terlindung dari hujan dan sinar matahari
langsung. Bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan 1 ton jerami fermentasi
adalah : 1 ton jerami padi segar, Probion (probiotik) 2,5 kg, Urea 2,5 kg, dan air secukupnya.
Cara Pembuatan :
Proses
pembuatan dibagi dua tahap, yaitu tahap fermentatif dan pengeringan serta penyimpanan.
Pada tahap pertama, jerami padi yang baru dipanen dari swah dikumpulkan pada
tempat yang telah disediakan, dan diharapkan masih mempunyai kandungan
air 60%. Jerami padi segar yang akan dibuat menjadi jerami padi fermentasi
ditimbun dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi dengan Probion
dan urea. Tumpukan jerami tersebut dapat dilakukan hingga ketinggian sekitar 3
meter. Setelah pencampuran dilakukan secara merata, kemudian didiamkan
selama 21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan baik.
Tahap kedua adalah proses pengeringan dan penyimpanan jerami padi fermentasi.
Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup
kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung. Setelah proses pengeringan
ini, maka jerami padi fermentasi dapat diberikan pada ternak sebagai pakan pengganti
rumput segar.
Dikutip
dari berbagai sumber
Diposkan oleh Sutan
Muda Harahap di 07.00
PENGARUH
PEMBERIAN PROBIOTIK STARBIO DALAM PAKAN TERHADAP KONSUMSI PAKAN, PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN HARIAN, DAN KONVERSI PAKAN ITIK PETELUR JANTAN LOKAL (Anas platyrhyncha)
UMUR 7 MINGGU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah
mencanangkan program swasembada daging 2010. Artinya satu tahun lagi Indonesia
akan dapat memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dari produksi dalam negeri
sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor daging. Kebutuhan rata-rata
daging nasional 5 kilogram per kepala per tahun atau total lebih dari 300.000
ton per tahun pada tahun 2008 ini.
Sebanyak 30% kebutuhan daging berasal dari daging impor (Widodo, 2008).
Dewasa ini, daging itik sudah mulai
populer dan digemari oleh masyarakat.
Ini ditandai dengan maraknya warung-warung yang menjual produk olahan dari
itik. Pada umumnya daging itik yang diperdagangkan berasal dari itik petelur
dewasa afkir yang telah berumur lebih dari 3 tahun dan tidak produktif lagi.
Hal tersebut mengakibatkan dagingnya kurang berkualitas ditinjau dari tekstur
dan keempukan. Untuk mendapatkan daging itik muda yang berkualitas dapat
diperoleh dengan memanfaatkan itik petelur jantan lokal yang digemukan dengan
masa pemeliharaan selama 42-49 hari.
Anak itik petelur jantan lokal
merupakan hasil penetasan telur itik untuk menghasilkan bibit itik petelur, dan
dalam setiap penetasan rata-rata dihasilkan
anak itik jantan 50% dan anak itik betina 50% (Cahyono, 2007). Anak itik
petelur jantan akan selalu diafkir dan dijual dengan harga murah, sementara itu
belum banyak yang memanfaatkan sebagai
ternak penghasil daging (itik pedaging).
Berdasarkan hasil survey di wilayah
Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang petani itik umumnya
memelihara ternaknya secara tradisional sehingga untuk mencapai berat jual 0,8
kg saja diperlukan waktu hingga 85 hari dan tingkat kematiannya mencapai 19%.
Menurut Iskandar (1994), dengan pemeliharaan yang intensif, untuk mencapai
berat jual 0,8 kg hanya diperlukan waktu 42-49 hari.
Pemeliharaan yang intensif, diantaranya diperlukan pemberian pakan yang
berkualitas dan pemberian pakan aditif salah satu diantaranya adalah starbio. Starbio berperan meningkatkan kecernaan, sintesa
protein mikroba, mengurangi bau kotoran, dan ramah lingkungan. Diharapkan
dengan penambahan starbio kedalam campuran pakan dapat meningkatkan
pertumbuhan, dan mengurangi konversi pakan sehingga akan menambah keuntungan
peternak.
B. Masalah
1. Petani belum mengetahui tentang
manfaat pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2. Belum diketahui
seberapa jauh pengaruh pemberian starbio dalam pakan terhadap konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan
lokal.
C. Tujuan Penelitian
1. Petani dapat mengetahui manfaat pemberian starbio dalam pakan pada ternak
itik petelur jantan lokal.
2. Mengetahui
seberapa jauh pengaruh penambahan starbio pada pakan terhadap konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai informasi tentang
pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
E. Hipotesis
Penambahan starbio dalam pakan
berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan pada itik petelur jantan
lokal.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Teknis
1. Itik petelur jantan lokal
Cahyono (2007), menyatakan bahwa
jenis itik petelur jantan lokal dapat dimanfaatkan untuk tujuan pedaging.
Misalnya itik Tegal, Mojosari (Mojokerto), Alabio, Muntilan (Magelang),
Karawang (Cirebon), Indramayu, Bali (Pinguin), Turi, CV. 2000 INA, dan lain
sebagainya.
Pertumbuhan itik petelur jantan
lokal terbagi atas periode pertumbuhan awal (fase starter) dan pertumbuhan
lanjut. Untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada fase starter, perlu ditunjang
dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi, yaitu berkisar antara
20-25% (Satie, 2007).
Anak itik petelur jantan lokal yang
dipelihara secara intensif selama masa pemeliharaan 42-49 hari sudah mencapai
umur jual (siap potong) dengan bobot badan berkisar antara 0,8-1,2 kg/ ekor
(Iskandar, 1994).
Menurut Satie (2007), perkandangan
itik petelur jantan lokal, seperti halnya ayam broiler dengan sistem kandang
kering, dimana luas per ekor sekitar 0,25 m2. Separuh bagian kandang ditutup
dengan atap rumbia, genteng atau yang lainnya sebagai pelindung dan tempat
istirahat. Sedangkan separuh bagian yang lain digunakan sebagai tempat untuk
makan,minum atau bermain dalam bentuk kandang terbuka.
Cahyono
(2007), menyatakan kepadatan populasi di dalam kandang berpengaruh terhadap
tingkat kematian dan pertumbuhan itik petelur jantan lokal. Kepadatan yang
terlalu banyak akan menurunkan kesehatan dan pertumbuhan itik petelur jantan
lokal juga menjadi lambat.
2. Pakan itik petelur jantan lokal
Kebutuhan
protein dan kalori itik petelur jantan lokal pada umur 0-2 minggu adalah 22%
dan 2900 Kkal/kg, pada umur 2-7 minggu 16% dan 2900 Kkal/kg (Ketaren, 2001).
Rasyaf (1993), berpendapat bahwa ternak
secara umum membutuhkan zat-zat pakan yang esensial antara lain air,
karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin.
Iskandar (1994), melaporkan bahwa itik jantan lokal yang dipelihara
secara intensif dan diberi pakan dengan ransum terdiri dari 40% BR1, 58,8%
dedak padi, dan 1,2% campuran vitamin dan mineral dapat mencapai berat badan
890 gram/ekor pada umur 49 hari. Campuran pakan tersebut mengandung protein
17%, energi metabolisme 2800 Kkal/kg, dan SK 8,2%.
3. Starbio
Probiotik
starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas
dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut
Suharto dan Winantuningsih (1993), dalam koloni tersebut terdapat mikroba
khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium
thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna
lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna
protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim
berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan
protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan
daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum.
Penambahan probiotik starbio 0,25%
pada pakan yang mengandung serat kasar 6% nyata dapat meningkatkan pertambahan
berat badan itik petelur jantan lokal (Wahyu,1997).
4. Konsumsi pakan
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa
konsumsi adalah proses pemasukan pakan yang diberikan pada ternak untuk
keperluan metabolisme dalam tubuh sebagai pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
digunakan untuk hidup pokok (maintenance) dan pertumbuhan. Untuk
mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak dalam menghasilkan performen
ternak dapat dilihat pada konsumsi pakan. Dalam pemberian pakan pada
ternak faktor yang harus diperhatikan
adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi
setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi yang
tinggi.
Menurut Wahyu
(1997), konsumsi pakan
merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tidak
dimakan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung jenis
unggas, temperatur lingkungan, tahap produksi air minum, luas kandang, imbangan
nutrisi dalam pakan,
periode pertumbuhan dan penyakit.
5. Pertambahan bobot badan itik petelur
jantan lokal
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa
pertambahan bobot badan merupakan pengukuran
dalam melihat laju pertumbuhan unggas dalam pemeliharaan dari minggu
pertama sampai minggu berikutnya, yang mengarah pada perubahan dari badan
unggas mulai bertambah besarnya, tingkat konsumsi pakan, dan perubahan fisik
dari unggas serta diiringi dengan
kenaikan dari bobot badan. Pengukuran bobott badan dilakukan dalam kurun waktu
satu minggu sehingga untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian, bobot
itu dibagi hari tujuh, hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan cekaman bagi unggas yang
berakibat pertambahan bobot badan tidak maksimal.
Cahyono
(2007), menyatakan bahwa pemeliharaan itik petelur jantan lokal umur 7
minggu dengan diberi pakan yang mempunyai kandungan energi 2700 Kkal/kg dan
protein 16,5% menghasilkan berat badan 943,2 gram, tingkat konsumsi 129
g/kor/hari.
6. Konversi pakan
Konversi pakan adalah perbandingan
antara jumlah
pakan yang
dikonsumsi dengan
pertambahan berat badan pada
periode tertentu (Rasyaf, 2003), artinya berapa jumlah pakan yang
dihabiskan untuk membentuk produk per kg baik itu daging atau telur. Konversi pakan dipengaruhi oleh
kecepatan pertumbuhan, kandungan energi dalam pakan dan suhu lingkungan serta kondisi kesehatan
itik.
B.
Aspek
Penyuluhan
1. Pengertian
penyuluhan pertanian
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa
penyuluhan pertanian adalah proses perubahan perilaku
(pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dikalangan masyarakat (petani) agar
mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha tani
dan memberikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai
melalui pembangunan pertanian.
Proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mau dan mampu menolong
dan mengorganisasikan dalam mengakses informasi-informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumber daya lainya sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestariaan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan non
formal bagi pelaku utama dan pelaku usaha sebagai jaminan atas hak mendapatkan
pendidikan, yang diharapkan mampu
memanfaatkan sumber daya yang ada guna memperbaiki dan meningkatkan pendapatan
kelayakan beserta lebih luas lagi dapat meningkatkan kesejahteraannya
(Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan SP3K ).
2. Tujuan
penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), tujuan penyuluhan
pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteran petani dan
keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha dengan cara meningkatkan kemampuan dan
keberdayaan mereka.
Mardikanto (1993), menyatakan tujuan penyuluhan dibedakan
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek merupakan
tujuan untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih baik pada diri petani
dalam mengelola usaha taninya. Perubahan-perubahan yang diharapkan
meliputi perubahan pada diri petani yaitu pengetahuan, kecakapan, sikap dan
motif petani. Sedangkan tujuan jangka panjang penyuluhan pertanian adalah
meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup sejahtera.
3. Sasaran
penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), sasaran
penyuluhan pertanian adalah petani dan anggota kaluarganya, yang terdiri dari
wanita tani dan taruna tani (pemuda/pemudi tani). Oleh karena itu penyuluhan
pertanian sering digambarkan dalam bentuk simbol.
Mardikanto (1993), berpendapat bahwa kegiatan penyuluhan diperuntukan bagi
petani dan keluarganya, namun tujuan penyuluhan tidak akan tercapai apabila
tidak ada dorongan dan terciptanya suasana atau iklim yang memungkinkan untuk
dilaksanakannya segala sesuatu yang telah disuluhkan serta sangat tergantung
pada faktor penentu. Sasaran dapat dibedakan menjadi : a.) Sasaran utama atau
sasaran pokok, yakni petani dan segenap anggota keluarganya. b.) Sasaran
penentu, yang terdiri dari pemerintah, para peneliti, lembaga perkreditan,
produsen dan distributor sarana pertanian, lembaga pengolah hasil pertanian,
lembaga pemasaran hasil pertanian dan lembaga pelayanan atau biro jasa. c.)
Sasaran pendukung, yaitu segenap lapisan masyarakat yang dapat memperlancar
atau menghambat kegiatan penyuluhan pertanian.
4. Metode
penyuluhan pertanian
Metode penyuluhan pertanian adalah
cara menyampaikan materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh
penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya agar bisa dan
membisakan diri menggunakan teknologi baru. Tujuan pemilihan metode penyuluhan
pertanian adalah agar penyuluh pertanian dapat menetapkan suatu metode atau
kombinasi beberapa metode yang tepat dan berhasil guna, serta agar kegiatan
penyuluhan pertanian yang dilaksanakan untuk menimbulkan perubahan yang
dikehendaki dapat berdaya guna dan berhasil guna (Padmowiharjo, 1994).
Ceramah
atau pidato, demonstrasi cara, widyakarya, dan diskusi kelompok merupakan
metode kelompok yang dipertimbangkan dalam metode kelompok. Semua merupakan
metode penting untuk mengalihkan informasi, sedangkan diskusi kelompok berperan
penting dalam pembentukan pendapat dan pengambilan keputusan dari petani. Demonstrasi dan Widyawisata mempunyai
keuntungan karena petani dapat melihat sendiri penerapan suatu metode dan
mengetahui keuntungan dan kekuarangan suatu inovasi (Marzuki,
1999).
5. Media penyuluhan
Mardikanto
(1993), menyatakan bahwa alat bantu penyuluhan adalah alat-alat perlengkapan
penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh guna memperlancar proses mengajarnya selama
kegiatan penyuluhan itu dilaksanakan.
Alat ini diperlukan, untuik mempermudah penyuluh selama melaksanakan kegiatan penyuluhan, baik
dalam menentukan/ memilih materi penyuluhan
atau m,enerangkan inovasi yang disuluhkan.
Padmowiharjo (1999),
menyatakan bahwa folder dan brosur banyak digunakan dalam kegiatan penyuluhan
pertanian. Media tersebut dalam penyuluhan pertanian berupa bahan publikasi
untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tani khususnya dan kepada
masyarakat ramai yang manaruh minat terhadap bidang pertanian umumya.
6. Evaluasi penyuluhan
Menurut Padmowiharjo
(1999), evaluasi sebagai proses penentuan terhadap hasil-hasil yang telah
tercapai melalui aktifitas-aktifitas yang terencana dengan maksud mancapai
tujuan akhir yang sangat berguna.
Mardikanto (1993),
menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegitan terencana dan sistematis yang
meliputi :
1.
pengamatan
untuk mengumpulkan data atau fakta.
2.
menggunakan
“pedoman” yang telah ditetapkan.
3.
pengukuran atau
membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu.
4. pengambilan
keputusan atau penilaian.
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Tempat dan
Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di Kebun Praktik STPP Magelang, Desa Dlimas,
Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang mulai tanggal 15 Maret 2009 sampai dengan 3 Mei 2009. Sedangkan kegiatan
penyuluhan dilaksanakan di Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Glagahombo,
Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang pada tanggal 10 Mei 2009.
B. Materi dan
Peralatan
Materi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 20 ekor itik petelur jantan lokal dari spesies itik Magelang pada
umur 21 hari.
Pakan itik yang digunakan dalam penelitian adalah a). Pakan
komersial untuk ayam broiler starter,
b). Dedak padi dari penggilingan padi setempat, c). Jagung giling, e). Tepung
ikan, g). Starbio, f).Vitamin, h). Air minum.
Desinfektan untuk membasmi kuman
digunakan neoantisep. Obat-obatan yang digunakan meliputi : Trimisin, Sulfamix.
Vaksin yang digunakan dalam penelitian adalah vaksin ND.
Peralatan yang digunakan adalah kandang
baterai dengan dengan ukuran 15cm x 40cm, timbangan elektrik, tempat pakan dan
minum, lampu pijar 20 watt sebagai penerangan.
C. Metoda
Penelitian
1.
Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah metode experiment design, yaitu suatu cara perencanaan
eksperimen yang bertujuan untuk
mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ternak itik petelur jantan
lokal dari jenis itik Magelang, berjenis kelamin jantan, umur 21 hari,
berat rata-rata perekor 300gram ± 20gram.
2. Rancangan
penelitian
Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
menggunakan 4 perlakuan, 5 ulangan, masing-masing ulangan digunakan 1 ekor itik
petelur jantan lokal.
Perlakuan
penelitian meliputi :
TO = 0% starbio dari jumlah pakan.
TO = 0% starbio dari jumlah pakan.
T1
= 0,15 % starbio dari jumlah pakan.
T2
= 0,25% starbio dari jumlah pakan.
T3
= 0,35% starbio dari jumlah pakan
Tabel
1. Rancangan Penelitian Sebagai Berikut :
Ulangan (U)
|
Perlakuan (P)
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
1
2
3
4
5
|
P1U1
P1U2
P1U3
P1U4
P1U5
|
P2U1
P2U2
P2U3
P2U4
P2U5
|
P3U1
P3U2
P3U3
P3U4
P3U5
|
P4U1
P4U2
P4U3
P4U4
P4U5
|
3. Pelaksanaan penelitian
Tahap persiapan meliputi membersihkan
kandang dari semua kotoran. Kandang yang digunakan adalah kandang baterai
dimana setiap kandang memiliki ukuran panjang 40cm dan lebar 15cm. Kandang yang
telah dibersihkan kemudian didesinfektan dengan obat pembunuh kuman
(neoantisep). Selanjutnya adalah menyiapkan tempat pakan dan tempat minum untuk
tiap kandang. Setelah tempat pakan dan tempat minum terpasang dan siap
digunakan maka itik petelur jantan lokal ditimbang untuk mengetahui berat awal
dan kemudian dimasukan kekandang baterai.
Pakan
yang diberikan adalah berupa campuran BR1 20%, dedak padi 30%, jagung giling 40%, tepung ikan 10%. Untuk
mengetahui komposisi bahan pakan dan kandungan gizi tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Pakan dalam Penelitian dan Kandungan Gizinya
Bahan penyusun pakan
|
Komposisi bahan pakan (%)
|
Kandungan gizi pakan
|
||
PK(%)
|
ME(Kkal/kg)
|
SK(%)
|
||
Pakan ayam
stater
Tepung ikan
Dedak halus
Jagung giling
|
20
10
30
40
|
21
60
13
8,6
|
3000
2720
2028
3329
|
3
1
11
2,5
|
jumlah
|
100
|
17,54
|
2881
|
4
|
Keterangan : Berdasarkan
perhitungan menurut tabel komposisi Hartadi dkk. (1993)
Pencampuran starbio dilakukan bersamaan
dengan pencampuran bahan pakan. Pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan
sore. Air minum diberikan adlibitum. Penimbangan
pakan dilakukan sebelum pakan diberikan dan sesudah pakan diberikan untuk
mengetahui konsumsi pakan. Sedangkan penimbangan itik dilakukan satu kali dalam
seminggu.
Untuk pencegahan terhadap penyakit maka perlu dilakukan program vaksinasi.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh itik terhadap serangan
penyakit. Vaksinasi ND pada umur 2 hari. Vitachick diberikan melalui air minum,
vitachick berfungsi sebagai sumber vitamin bagi itik. Trimisin diberikan jika
terdapat tanda-tanda terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri
(corisa, kolera, pulorum).
4. Variabel
penelitian
a.
Konsumsi
pakan. Untuk mengetahui konsumsi pakan dapat diketahui melalui penimbangan
pemberian pakan dikurangi penimbangan pakan yang tersisa dalam setiap kandang
perlakuan. Data konsumsi rata-rata (g/ekor/hari) dapat diperoleh dengan rumus :
Konsumsi = Pakan yang disediakan –
pakan sisa
b.
Pertambahan bobot badan harian (PBBH). Untuk mengetahui
pertambahan bobot badan per minggu dapat diperoleh dengan menimbang bobot akhir
dikurang bobot awal minggu, untuk
menentukan kenaikan bobot badan setiap minggu. Untuk menghitung
pertambahan bobot badan rata-rata per hari dapat diperoleh dengan rumus:
PBBH = bobot badan minggu ke n – bobot badan minggu ke
(n-1)
7
c.
konversi pakan. Diperoleh dengan jalan rata-rata
konsumsi pakan di bagi dengan PBBH, dihitung dalam mingguan dengan menggunakan
rumus :
Konversi Pakan
= konsumsi pakan rata-rata harian
PBBH
5. Analisis data
Data yang diperoleh dilakukan analisis
dengan menggunakan Anova untuk mengetahui pengaruh pemberian starbio terhadap
konsumsi, pertambahan berat badan harian dan konversi pakan. Apabila ada
perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Adapun alat bantu yang
digunakan adalah program SPSS 12.
D. Rancangan Penyuluhan
1.
Materi penyuluhan
Materi yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan adalah
cara budidaya penggemukan itik petelur jantan lokal dan manfaat pemberian
probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2.
Sasaran penyuluhan
Sasaran kegiatan
penyuluhan tersebut adalah petani di Desa Glagahombo, Kecamatan
Tegalrejo.
3.
Tujuan penyuluhan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyampaian materi adalah agar peternak
mengetahui pemeliharaan itik petelur jantan lokal dengan memanfaatkan starbio
sabagai probiotik dalam pakan.
4. Metode
penyuluhan
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan adalah dengan
menggunakan pendekatan kelompok. Sedangkan teknik penyuluhannya dengan menggunakan teknik
ceramah dan diskusi.
5. Media penyuluhan
Media yang digunakan dalam
pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan kertas koran dan folder.
6. Evaluasi
penyuluhan
Analisis data
menggunakan Deskriptive Comparative dengan
rancangan pra tes dan post tes pada kelompok tunggal, perbedaan hasil pra test
dan pos test merupakan perubahan yang terjadi akibat kegiatan penyuluhan yang
dilaksanakan.
Analisis Deskriptive
Comparative kriteria
keberhasilan kegiatan penyuluhan didasarkan pada Efektivitas Penyuluhan (EP) dan Efektivitas
Perubahan Perilaku (EPP).
Efektivitas Penyuluhan (EP) digunakan rumus :
EP
Ginting, 1994 menyatakan kriteria
penilaian Efektivitas penyuluhan adalah :
≤33,3 % = kurang efektif
33,3 %-66,7 % = cukup efektif
≥66,7 % = efektif
Efektivitas perubahah prilaku (EPP)
digunakan rumus
EPP = Skor post test – skor pra test x 100 %
Target skor maksimal – skor pra
test
- Pengabdian Masyarakat
Pengabdian masyarakat dilaksanakan di Desa Glagahombo pada pertemuan rutin
selapanan (Minggu Pon) tepatnya pada tanggal 22 Maret 2009. Kegiatan yang
dilakukan adalah pemutaran video tentang beternak kambing, beternak kelinci dan
beternak ayam buras. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara
massal. Media yang digunakan antara lain VCD, sound system dan LCD projector.
- Jadual Kegiatan
Tabel 3. Jadual Kegiatan.
Kegiatan yang
dilakukan
|
Minggu ke
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|
Tiba dilokasi
Ijin dengan
instansi terkait
Persiapan
penelitian
Pelaksanaan
penelitian
Analisis data
Pengukuran
pratest
Kegiatan
penyuluhan
Pengukuran
postest
Kegiatan
bakti masyarakat
Kembali ke
kampus
|
v
v
v
|
v
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
v
v
v
v
|
v
|
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Analisis Diskriptif
1. Keadaan geografis dan iklim
Secara
geografis letak Desa Glagahombo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang provinsi
Jawa tengah, merupakan desa yang berada pada ketinggian 400 dpl dengan
topografi berbukit-bukit dengan curah hujan 20 mm/tahun, dan suhu rata-rata harian 30 0C.
Batas-batas Desa Glagahombo adalah
sebagai berikut, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuurip, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Girirejo sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngasem,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Dlimas. Orbitasi Desa Glagahombo dari pusat
pemerintahan kecamatan sekitar 4 km, 11 km dari ibu kota kabupaten dan 81 km
dari ibu kota propinsi.
2.
Luas wilayah dan penggunaan lahan
Luas wilayah desa Glagahombo sekitar 212 ha. Berdasarkan data pada Tabel
4 dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan lahan sebagian besar adalah berupa
persawahan (24,79% sawah irigasi dan 17,80 sawah tadah hujan). Areal sawah
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan itik dan dapat sebagai
penghasil bahan pangan yang limbahnya
dapat dijadikan pakan ternak. Melihat potensi yang ada maka prospek pengembangan
peternakan itik sangat terbuka lebar.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa
Glagahombo
Penggunaan lahan
|
Luas
(ha)
|
Persentase
(%)
|
Permukiman pejabat pemerintah
Permukiman umum
Sekolah
Tempat peribatan
Lapangan sepak bola
Kuburan
Jalan
Ladang/tegalan
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Lain-lain
|
2,30
50
1,25
2,30
1,2
2,38
2,32
60,12
53,13
38,15
1,2
|
1,07
22,21
0,59
1,07
0,56
1,12
1,11
28,05
24,79
17,80
0,56
|
Jumlah
|
214.37
|
100,00
|
Sumber : Data Monografi Desa
Glagahombo, 2008
3. Keadaan
penduduk berdasarkan umur
Penduduk Desa Glagahombo berjumlah
2313 jiwa, yang terdiri dari 1154 jiwa laki-laki, 1159 jiwa perempuan dan 645
KK. Jumlah penduduk menurut umur dapat lihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Jumlah Penduduk Menurut Umur
Umur
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
<
1 – 10
|
483
|
20.88
|
11
– 20
|
374
|
16.16
|
21
– 30
|
379
|
16.38
|
31
– 40
|
329
|
14.22
|
41
– 50
|
332
|
14.35
|
51
– 60 >
|
416
|
17.98
|
Jumlah
|
2313
|
100,00
|
Sumber :
Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Berdasarkan
data pada tabel diatas dapat dijelaskan
umur yang produktif yang sekitar antara 51-60 > yaitu 17,98% untuk
umur 21-30 yaitu 16,38% sedangkan umur 31-40 hanya 14,22%.
4. Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan
Sebagian besar penduduk Desa Glagahombo adalah orang yang berpendidikan,
mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), bahkan ada beberapa orang lulusan
Perguruan Tinggi (PT). Untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan
Tingkat Pendidikan.
Jenis
Pendidikan Masyarakat
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
Penduduk
buta huruf
Penduduk
tidak tamat SD/sederajat
Penduduk
tamat SD/sederajat
Penduduk
tamat SLTP/sederajat
Penduduk
tamat SLTA/sederajat
Penduduk
tamat D-1
Penduduk
tamat D-2
Penduduk
tamat D-3
Penduduk
tamat S-1
|
51
89
680
60
96
1
1
1
4
|
5,18
9,05
69,17
6,10
9,76
0,10
0,10
0,10
0,40
|
Jumlah
|
983
|
100,00
|
Sumber : Data Monografi Desa
Glagahombo, 2008
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
tingkat pendidikan di Desa Glagahombo yang paling banyak adalah tamat Sekolah
Dasar (SD) yaitu 69,17% dan yang sedikit ialah tamat Diplomat D-1, D-2 dan D-3
yaitu 0,10 %, sedangkan yang buta aksara (huruf) yaitu 5,18% dan yang tidak tamat SD yaitu 9,05%. Hal ini
berpengaruh terhadap tingkat adopsi sesuatu inovasi dan sesuai pendapat dari
Mardikanto (1993) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan pendidikan yang lebih
baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat tanggap dan mudah
menerima informasi.
5. Keadaan
penduduk berdasarkan matapencaharian
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, berbagai macam matapencaharian ditekuni oleh penduduk
Desa Glagahombo. Untuk mengetahui secara jelas matapencaharian penduduk Desa
Glagahombo tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Matapencaharian Penduduk Desa
Glagahombo.
Mata
pencaharian
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
Petani
Buruh
tani
Pedagang/wiraswasta/pengusaha
Guru
swasta
Pegawai
Negri Sipil
TNI/Polri
Pensiunan
|
130
180
17
2
37
8
5
|
34.30
47.49
4.48
0.52
9.76
2.11
1.31
|
Jumlah
|
379
|
100,00
|
Sumber :
Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Sebagian
besar (34,30% petani dan 47,49% sebagai buruh tani) penduduk
Desa Glagahombo bermatapencaharian disektor pertanian (bertani dan atau
beternak). Oleh karena itu kegiatan penyuluhan pertanian dan pemberdayaan
kelompok tani sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
6. Bidang pertanian
Beberapa
komoditas pertanian diusahakan oleh penduduk Desa Glagahombo. Adapun komoditas
pertanian yang diusahakan tertuang dalam Tabel 8.
Tabel 8. Komoditas Pertanian Desa
Glagahombo.
Jenis uhasa tani
|
Luas tanam (ha)
|
Produktivitas (ton/thn)
|
Padi
Ubi kayu
Lombok
|
82
12
1
|
246
150
4
|
Sumber :
Monografi Desa Glagahombo, 2008.
Hasil
sampingan pertanian dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor peternakan, sekam
dapat dimanfaatkan sebagai litter ternak unggas, jerami padi dan daun ketela
sebagai pakan hijauan ruminansia, dedak, kulit ketela, pati, onggok dapat
dimanfaatkan sebagai bahan konsentrat ternak unggas dan ruminansia.
7. Bidang peternakan
Sektor peternakan berkembang baik di Desa Glagahombo.
Walaupun dalam perkembangannya beternak hanya sebagai usaha sampingan penduduk.
Untuk lebih jelas mengenai perkembangan peternakan di Desa Glagahombo tersaji
pada Tabel 9.
Tabel 9. Komoditas Peternakan di
Desa Glagahombo.
Jenis ternak
|
Jumlah (ekor)
|
Sapi
potong
Kerbau
Kambing
Domba
Kelinci
Ayam
buras
Itik
manila
Bebek
|
146
27
30
41
420
600
300
340
|
Sumber : Data Monografi Desa
Glagahombo, 2008
Dengan
melihat potensi wilayah yang ada, usaha peternakan masih sangat berpeluang untuk dikembangkan di Desa Glagahombo. Disini
terlihat sektor pertanian akan bisa menopang sektor peternakan tentunya dengan
pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak. Sebaliknya sektor
peternakan akan mendukung pertanian dengan memanfaatkan kotoran padat dan cair
sebagai pupuk organik.
- Hasil Kajian
Hasil kajian mengenai pengaruh pemberian probiotik starbio dalam
pakan terhadap konsumsi pakan, PBBH, dan konversi pakan itik petelur jantan
lokal (Anas platyrhyncha) umur 7 minggu adalah
sebagai berikut:
1. Konsumsi pakan
Hasil
analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan
tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan.
Tabel 10. Rata-Rata Konsumsi Pakan
Harian Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7
Minggu
ulangan
|
Perlakuan
|
|||
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
|
1
|
102.86
|
109.64
|
111.43
|
108.93
|
2
|
106.79
|
110.71
|
112.50
|
107.86
|
3
|
106.79
|
107.50
|
109.64
|
106.43
|
4
|
107.86
|
109.64
|
104.29
|
106.79
|
5
|
103.57
|
102.50
|
103.57
|
102.14
|
Rata-rata
|
105.57
|
107.99
|
108.28
|
106.43
|
Siregar (2009), konsumsi pakan ayam
tergantung dari beberapa faktor yaitu : besar tubuh unggas (jenis galur),
keaktifan badannya sehari-hari, suhu atau temperatur di dalam dan disekitar
kandang, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada unggas itu, dan cara
pengelolaan yang dipraktekkan sehari-hari untuk memelihara unggas tersebut.
Rata-rata konsumsi dari semua
perlakuan adalah 107,01 g/ekor/hari (lampiran1). Konsumsi pakan pada penelitian
ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), yang
menyatakan bahwa konsumsi itik petelur jantan lokal umur 7 minggu adalah 129
g/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena kandungan energi yang diberikan pada
penelitian (2881Kkal/kg) lebih tinggi dibandingkan pakan yang diberikan dalam
laporan Cahyono (2007) sebesar
2700Kkal/kg. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan maka semakin rendah
konsumsi pakan unggas tersebut ( Wahyu, 1997).
Pemberian probiotik starbio pada
ransum (perlakuan T1, T2 dan T3) tidak berpengaruh pada konsumsi ransum. Hal
ini disebabkan karena semua perlakuan diberi ransum yang kualitasnya sama
(protein maupun energi metabolismenya sama). Ternak unggas mengkonsumsi ransum
pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Seperti dilaporkan oleh
Wahyu (1997), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan
energi metabolisme dan unggas akan berhenti makan apabila kebutuhan akan energi
sudah terpenuhi walaupun tembolok belum penuh.
2. Pertambahan bobot badan harian
(PBBH)
Hasil analisis statistik (ANOVA)
menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan berpengaruh terhadap
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH).
Tabel 11. PBBH Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7 Minggu.
ulangan
|
Perlakuan
|
|||
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
|
1
|
19.29
|
28.57
|
23.93
|
25.36
|
2
|
19.29
|
26.07
|
31.43
|
25.00
|
3
|
17.86
|
23.57
|
25.71
|
26.07
|
4
|
20.36
|
23.21
|
22.86
|
23.57
|
5
|
18.57
|
25.00
|
23.93
|
25.00
|
Rata-rata
|
19.07a
|
25.28b
|
25.57b
|
25b
|
Keterangan : Superskrip a, b yang
berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisis statistik uji lanjut
(Duncan) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH ) itik selama
penelitian pada T0 adalah 19.07 g/ekor/hari, dan lebih kecil (P<0,05)
dibandingkan T1, T2, dan T3. PBBH pada perlakuan T1, T2, dan T3 masing-masing :
25.284 g/ekor/hari, 25.572 g/ekor/hari,
dan 25 g/ekor/hari.
Pertumbuhan
adalah proses pertambahan bobot hidup sejak pembuahan dan lahir hingga mencapai
berat dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara bibit,
pakan dan tata laksana yang baik untuk menjamin suksesnya setiap usaha
peternakan unggas ( Siregar, 2009).
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan
ternak agar diperoleh berat badan yang diharapkan, yaitu faktor genetik, faktor
lingkungan dan manajemen (Santoso, 2009).
Bobot
badan itik petelur jantan lokal dalam penelitian adalah 959,5 g (lampiran 2). Hasil ini
lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), bahwa bobot badan itik
petelur jantan lokal pada umur 7 minggu adalah 943 g. Hal ini disebabkan karena
kualitas pakan yang diberikan pada saat penelitian yaitu PK 17,54%, Energi Metabolisme (EM) 2881
Kkal/kg lebih baik dibandingkan hasil penelitian Cahyono (2007). Komponen
yang menentukan kualitas pakan antara lain : protein dan asam amino, EM,
mikotoksin, metionim, sistin, lisin, asam linoleat dan linoleat, Vitamin C dan
Vitamin lainnya, termasuk pula kualitas air serta kesegaran pakan. Untuk
meningkatkan produktifitas ternak unggas, dalam pakan ternak harus mengandung
gizi yang tinggi (Santoso, 2009).
Meningkatnya
pertambahan bobot badan itik yang diberi starbio pada ransum disebabkan karena
Starbio sebagai probiotik mengandung bakteri proteolitik, selulolitik, lipolitik,
lignolitik dan amilolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis yang
berfungsi untuk memecah karbohidrat, yaitu selulose, hemiselulose dan lignin
memecah protein dan lemak (Suharto, 1993). Akibatnya, itik yang diberi tambahan
probiotik Starbio mempunyai daya cerna yang lebih tinggi sehingga zat-zat pakan
yang diserap juga lebih banyak. Oleh karena itu PBBH lebih tinggi daripada
ternak yang tidak diberi starbio. Ini diperkuat oleh hasil penelitian Zainuddin
dkk. ( 1995 ), didapatkan bahwa penambahan probiotik Starbio 0,25 % pada pakan
yang mengandung serat kasar 6 % nyata dapat meningkatkan pertambahan bobot
badan itik pedaging. Di samping itu, hal itu juga disebabkan karena itik yang
tidak diberi pakan starbio dalam pakannya tidak mampu mencerna serat kasar
karena itik tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat kasar (Wahyu,
1997).
Peningkatan dosis Starbio tidak
berpengaruh lebih baik terhadap penampilan itik jantan umur 7 minggu. Hal ini
mungkin disebabkan karena ransum yang diberikan mengandung serat kasar yang
rendah (± 4 %), sehingga dengan dosis yang paling rendah (0,15% Starbio dari
jumlah pakan) sudah mampu mencerna zat-zat pakan yang dikonsumsi sehingga
peningkatan dosis pemberian lebih tinggi dari perlakuan T1 tidak akan
berpengaruh positif
3. Konversi pakan
Hasil
analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan
berpengaruh terhadap konversi pakan.
Tabel 12. Konversi Pakan Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7
Minggu.
ulangan
|
Perlakuan
|
|||
T0
|
T1
|
T2
|
T3
|
|
1
|
5.33
|
3.84
|
4.66
|
4.30
|
2
|
5.54
|
4.25
|
3.58
|
4.31
|
3
|
5.98
|
4.56
|
4.26
|
4.08
|
4
|
5.30
|
4.72
|
4.56
|
4.53
|
5
|
5.58
|
4.10
|
4.33
|
4.09
|
Rata-rata
|
5.54a
|
4.29b
|
4.27b
|
4.26b
|
Keterangan : Superskrip a, b yang
berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05).
Hasil
analisis statistik uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa konversi pakan itik pada perlakuan kontrol
adalah 5,54 (Tabel 12), sedangkan perlakuan T1, T2 dan T3 masing-masing : 4.29,
4.27, dan 4.26 berbeda nyata (P<0,05) daripada T0.
Konversi
pakan merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang
tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah konversi pakan semakin
tinggi efisiensi penggunaan ransum.
Anggorodi ( 1995 ) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya konversi pakan meliputi daya cerna ternak, kualitas pakan yang
dikonsumsi, serta keserasian nilai nutrien yang dikandung pakan tersebut.
Pemberian probiotik Starbio pada
pakan ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Hasil ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Zainuddin dkk. ( 1994) yang
menyatakan bahwa penggunaan probiotik Starbio dalam pakan ternak mampu
meningkatkan efisiensi pakan melalui mekanisme kerja Starbio yang mampu
mencerna lemak, serat kasar, dan protein dalam pakan menjadi bahan yang mudah
diserap. Oleh karena itu, konversi pakan itik yang diberi penambahan probiotik
dalam pakan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan konversi pakan pada
ternak yang tan pa penambahan probiotik.
- Pelaksanaan Penyuluhan
Penyuluhan
dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2009 di kediaman Bapak Ramlan (ketua kelompok
tani Sumber Rejeki Desa Glagahombo) bersamaan dengan acara pertemuan rutin
selapanan (Minggu Pon). Pertemuan dihadiri oleh 13 anggota kelompok Sumber
Rejeki. Jumlah anggota kelompok tani Sumber Rejeki sebenarnya adalah 20
anggota. Materi yang disampaikan adalah cara budidaya penggemukan
itik petelur pejantan lokal dan manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan
pada ternak itik petelur jantan lokal. Metode yang
digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan pendekatan
kelompok. Sedangkan teknik penyuluhannya
dengan menggunakan teknik ceramah dan diskusi. Agar penyuluhan lebih efektif
maka penyuluhan menggunakan kertas koran dan folder sebagai alat bantu.
Untuk
mengetahui tingkat efektivitas penyuluhan maka perlu dilakukan pengukuran
dengan menggunakan kuesioner (dapat dilihat dilampiran 7) sebagai alat ukurnya.
Kuesioner dibagikan dan diisi oleh responden sebelum dan sesudah penyuluhan
sehingga didapatkan data pratest dan postest. Adapun rekapitulasi hasil pratest
dan postest dapat dilihat di lampiran 8.
Aspek
yang diukur dalam penyuluhan adalah aspek pengetahuan. Adapun hasil pengukuran
adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Analisis Pra Test dan Pos
Test Aspek Pengetahuan Responden
No
|
Variabel pertanyaan
|
Pra test
|
Pos test
|
selisih
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Apakah
anda mengetahui apa yang dimaksud dengan itik petelur jantan lokal?
Apakah
anda mengetahui manfaat budidaya itik petelur jantan lokal?
Apakah
anda mengetahui kalau itik petelur jantan lokal cukup potensi untuk
kembangkan?
Tahukah
anda peralatan yang digunakan dalam budidaya itik petelur jantan lokal secara
intensif?
Apakah
anda mengetahui tentang probiotik starbio?
Tahukah
anda manfaat starbio bagi ternak itik petelur jantan lokal?
Apakah
anda mengetahui dosis pemberian starbio dalam campuran pakan itik petelur
jantan lokal?
Dapatkah
anda menyebutkan jenis-jenis pakan itik petelur jantan lokal?
Apakah
anda mengetahui berapa lama pemeliharaan itik petelur jantan lokal bisa
dipanen jika dipelihara dengan intensif?
Apakah
anda mengerti sampai umur berapa itik petelur jantan lokal membutuhkan
pemanas (indukan)?
Dapatkah
anda menyebutkan tahapan persiapan kandang sebelum memasukan itik petelur
jantan lokal ke dalam kandang?
Apakah
anda mengetahui jika dengan pengelolaan yang baik usaha budidaya itik petelur
pejantan lokal dapat memberikan keuntungan peternak?
|
1.54
1.54
1.4
1.7
1.31
1,5
1,2
1,46
1,5
1,54
1,62
1,5
|
2,77
2,69
2,5
2,6
2,69
2,5
2,5
2,54
2,5
2,46
2,38
2,2
|
1,23
1,15
1,2
0,9
1,38
1
1,4
1,58
0,4
0,92
0,77
0,7
|
Jumlah
|
17,77
|
30,38
|
12,61
|
Sumber : Data Primer Terolah
Analisis Deskriptive dengan
rumus :
Skor post test
EP
=
X 100%
Skor maksimal yang dikategorikan
EP
Dengan
melihat nilai EP (84,38) yang dicapai maka dapat disimpulkan bahwa penyuluhan
berlangsung efektif. Ginting, 1994
menyatakan kriteria penilaian Efektivitas penyuluhan
adalah :
≤33,3 % = kurang efektif
33,3 %-66,7 % = cukup efektif
≥66,7 % = efektif
Penyuluhan
berlangsung efektif dimungkinkan karena sebagian besar anggota kelompok tani
Sumber Rejeki adalah orang yang berpendidikan sehingga tingkat adopsi inovasi
akan lebih cepat. Mardikanto (1993), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan
pendidikan yang lebih baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat
tanggap dan mudah menerima informasi.
Skor post test-skor pra
test
EPP
= X 100%
Skor maksimal-skor pra test
12,61
EPP
= X 100% = 69,17%
18,23
Skala likert :
12
--------------------------20 -------------------------28
-------------------------36
|
17,77 30,38
Tidak tahu Kurang tahu Tahu
Peningkatan
aspek pengetahuan sebesar 12,61 dari kriteria tidak tahu menjadi tahu
dikarenakan adanya perlakuan yaitu melakukan penyuluhan dengan materi yang
sesuai dengan kebutuhan petani sehingga petani sangat antusias mengikuti
kegiatan penyuluhan. Hal ini dibuktikan dengan partisipasi aktif petani dalam
diskusi kelompok. Mardikanto (1993), apapun materi penyuluhan yang disampaikan
oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut harus
selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat sasaran.
- Pengabdian Masyarakat
Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilaksanakan di kediaman Bapak Isriyadi
(bendahara kelompok sumber rejeki Glagahombo) pada tanggal 22 Maret 2009 dalam
acara rapat rutin selapanan (Minggu Pon). Pengabdian masyarakat yang dilakukan
adalah pemutaran video tentang budidaya kelinci, pembibitan kambing, dan
penggemukan sapi potong. Tujuannya adalah memberikan motivasi kepada anggota
kelompok di dalam beternak, dan menambah pengetahuan anggota kelompok. Metode pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan kelompok. Media yang digunakan antara lain VCD, LCD projector,
speaker aktif dan layar.
BAB V
SIMPULAN
DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Petani mengetahui manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada
ternak itik petelur jantan lokal setelah diberikan penyuluhan dengan skor efektifitas penyuluhan (EP) yang dicapai
84,38% masuk kriteria efektif dan efektifitas Perubahan Perilaku (EPP) yang dicapai 69, 17% dari kriteria
tidak tahu menjadi criteria tahu.
2. Pemberian probiotik Starbio dalam
pakan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, akan tetapi
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap (PBBH) dan konversi pakan pada itik
petelur jantan lokal umur 7 minggu. PBBH pada T0 (19,07 g/ekor/hari) lebih kecil (P<0,05)
dibandingkan PBBH pada perlakuan T1,T2, dan T3. Demikian pula konversi pakan
pada T0 (5,54) lebih besar (P<0,05) daripada konversi pakan pada perlakuan
T1, T2, dan T3. PBBH dan konversi pakan pada perlakuan T1, T2, dan T3 tidak
berbeda nyata (P>0,05).
- SARAN
Dalam
beternak itik petelur jantan lokal untuk mendapatkan pertambahan bobot badan
harian (PBBH) yang lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah hendaknya
ditambahkan pemberian probiotik starbio dalam pakan dengan dosis 0,15% dari
pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.,1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Cahyono B,2008. Sukses Beternak
Itik Jantan Lokal Afkir.Pustaka Mina. Jakarta.
Deptan,
2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian.
Penerbit DEPTAN. Jakarta.
Ginting, E. 1993. Metode
KKL Mahasiswa APP, Penanggungan Malang
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan
A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Iskandar, S.T. 1994. “Komponen
Karkas Enam Jenis Anak Itik Jantan Lokal Indonesia” dalam: Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai PenelitianTernak Ciawi.
Ketaren P.P, 2001. Pakan
Ternak Itik. balitnak@indo.net.id.
Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Mardikanto
T, 1993. Penyuluhan Pertanian Pembangunan. Penerbit Sebelas Maret
University Press. Surakarta.
Marzuki
S, 1999. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka,
Depdikbud. Jakarta.
Padmowihardjo S, 1994. Metode
Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka, Depdikbud.
Jakarta.
Rasyaf. M,
1993. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf. M,
2003. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Satie D.L, 2007. Panduan Praktis
Budidaya Itik Potong. www.poultryindonesia.com.
Diakses pada
tanggal 19 Februari 2009.
Siregar, 2009. Tentang
Ternak Unggas. www.poultryindonesia.com.
Diakses pada tanggal 5 Juni 2009.
Suharto dan Winantuningsih, 1993. Penggunaan Probiotik
Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap
Produktivitas,Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang.
Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.
Urip Santoso, 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berat
Badan Unggas, www.poultryindonesia.com.
Diakses pada tanggal 10 Juni 2009.
UU no 16. 2006.
Penyuluhn Pertanian Perikanan dan Kehutanan. http:/ronggolawu
13.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Wahyu, 1997. Ilmu
Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widodo
A.Y, 2008. Indonesia Swasembada Daging 2010? Mimpi kali ye…
Blog at WordPress.com. Diakses pada tanggal
19 Februari 2009.
Zainuddin, D., D.K. Diwyanto dan Suharto.
1994. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam
Pedaging Terhadap Produktivitas, Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia
Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.
Title: Kecernaan Jerami Padi
Fermentasi Dengan Probiotik Starbio Terhadap Domba Jantan Lokal Authors: Gultom,
Gema Pirngadi Advisors: Wahyuni,
Tri Hesti
Hanafi, Nevy Diana Issue Date: 1-Jun-2013 Abstract: GEMA PIRNGADI GULTOM, "Digestibility Rice Straw Fermented by Probiotics Starbio to Local Male Sheep" Guided by TRI Hesti WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in April 2012 - October 2012. Rice straw fermentation by probiotok Starbio can increase consumption, digestibility of dry matter and organic matter. This study aimed to determine the effect of the level of utilization of rice straw fermented with probiotok Starbio the digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. The design used in this study is a Latin square design (RBSL) with 4 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0 (unfermented rice straw), P1 (0.4 kg + 0.4 kg urea Starbio / 100 kg rice straw), P2 (0.6 kg + 0.6 kg urea Starbio / 100 kg rice straw) and P3 (0.8 kg + 0.8 kg urea Starbio / 100 kg rice straw). The results showed the average dry matter intake (g / head / day) 467.06; 465.72; 489.52 and 481.1 respectively. Average consumption of organic material (g / head / day) 391.49; 391.05; 412.92 and 403.65 respectively. Mean dry matter digestibility 47.57; 46.59; 50.07 and 49.17 respectively. Mean organic matter digestibility 83.59; 80.32; 81.90 and 82.56 respectively. Statistical analysis showed that administration of different levels of fermented rice straw probiotok Distinct Starbio no significant effect on consumption of dry matter, organic matter intake, digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. Abstract (other language): GEMA PIRNGADI GULTOM, “Kecernaan Jerami Padi Fermentasi dengan Probiotik Starbio terhadap Domba Jantan Lokal” Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April - Oktober 2012. Jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio tidak mempengaruhi konsumsi, kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level pemanfaatan jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik domba jantan lokal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas P0 (jerami padi tanpa fermentasi), P1(0,4 kg Starbio + 0,4 kg urea/ 100 kg jerami padi), P2 (0,6 kg Starbio + 0,6 kg urea/ 100 kg jerami padi) dan P3 (0,8 kg Starbio + 0,8 kg urea/ 100 kg jerami padi). Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), dimana rataan konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) 467,06; 465,72; 489,52 dan 481,1. Rataan konsumsi bahan organik (g/ekor/hari) 391,49; 391,05; 412,92 dan 403,65. Rataan kecernaan bahan kering 47,57; 46,59; 50,07 dan 49,17. Rataan kecernaan bahan organik 83,59; 80,32; 81,90 dan 82,56. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan Starbio sampai level 0,8 kg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan organik domba jantan lokal. Keywords: Domba
Fermentasi
Jerami Padi dan Kecernaan URI: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37880 Appears in Collections:SP - Animal Husbandry
Hanafi, Nevy Diana Issue Date: 1-Jun-2013 Abstract: GEMA PIRNGADI GULTOM, "Digestibility Rice Straw Fermented by Probiotics Starbio to Local Male Sheep" Guided by TRI Hesti WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in April 2012 - October 2012. Rice straw fermentation by probiotok Starbio can increase consumption, digestibility of dry matter and organic matter. This study aimed to determine the effect of the level of utilization of rice straw fermented with probiotok Starbio the digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. The design used in this study is a Latin square design (RBSL) with 4 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0 (unfermented rice straw), P1 (0.4 kg + 0.4 kg urea Starbio / 100 kg rice straw), P2 (0.6 kg + 0.6 kg urea Starbio / 100 kg rice straw) and P3 (0.8 kg + 0.8 kg urea Starbio / 100 kg rice straw). The results showed the average dry matter intake (g / head / day) 467.06; 465.72; 489.52 and 481.1 respectively. Average consumption of organic material (g / head / day) 391.49; 391.05; 412.92 and 403.65 respectively. Mean dry matter digestibility 47.57; 46.59; 50.07 and 49.17 respectively. Mean organic matter digestibility 83.59; 80.32; 81.90 and 82.56 respectively. Statistical analysis showed that administration of different levels of fermented rice straw probiotok Distinct Starbio no significant effect on consumption of dry matter, organic matter intake, digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. Abstract (other language): GEMA PIRNGADI GULTOM, “Kecernaan Jerami Padi Fermentasi dengan Probiotik Starbio terhadap Domba Jantan Lokal” Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April - Oktober 2012. Jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio tidak mempengaruhi konsumsi, kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level pemanfaatan jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik domba jantan lokal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas P0 (jerami padi tanpa fermentasi), P1(0,4 kg Starbio + 0,4 kg urea/ 100 kg jerami padi), P2 (0,6 kg Starbio + 0,6 kg urea/ 100 kg jerami padi) dan P3 (0,8 kg Starbio + 0,8 kg urea/ 100 kg jerami padi). Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), dimana rataan konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) 467,06; 465,72; 489,52 dan 481,1. Rataan konsumsi bahan organik (g/ekor/hari) 391,49; 391,05; 412,92 dan 403,65. Rataan kecernaan bahan kering 47,57; 46,59; 50,07 dan 49,17. Rataan kecernaan bahan organik 83,59; 80,32; 81,90 dan 82,56. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan Starbio sampai level 0,8 kg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan organik domba jantan lokal. Keywords: Domba
Fermentasi
Jerami Padi dan Kecernaan URI: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37880 Appears in Collections:SP - Animal Husbandry
Membangun Kandang Sapi yang Baik dan Benar
Kandang sangat diperlukan dalam usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong. Ukuran kandang yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara dan perencanaan ke depannya. Menurut drh. Samsul Fikar & Dadi Ruhyadi di dalam bukunya, Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Potong, kandang yang baik dan benar harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.1. Letak dan Arah Kandang
Menurut pengalaman penulis di lapangan, pertumbuhan bobot badan sapi dengan kandang (bagian kepala sapi) yang menghadap ke timur lebih baik dibandingkan dengan sapi yang kandangnya menghadap arah lain. Maka, jika membangun kandang tunggal, sebaiknya dibuat menghadap ke timur. Namun, jika membangun kandang ganda, buatlah membujur utara - selatan.
2. Ukuran Kandang
Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi dan jenis kandang yang digunakan, apakah kandang individu atau kandang kelompok. Umumnya, kebutuhan luas kandang sapi per ekor sekitar 1.5 x 2.5 m, 1.5 x 2 m, atau 1 x 1.5 m. Apa pun jenis kandang yang dibuat, baik kandang kelompok ataupun individu, peternak harus memenuhi kebutuhan luas kandang per ekor tersebut.
3. Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang ekonomis dan mudah diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan Iimbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar Iebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut tajam.
- Lantai
Lantai kandang sapi biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan dibuat lebih tinggi dari lahan sekitarnya. Lantai bisa dialasi jerami, karpet, kayu datar, papan, atau serbuk gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka terkena lantai semen yang kasar. Pemberian alas juga membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor serta tidak terserang kuman penyakit. Selain itu, lantai yang diberi alas juga menjadi tidak cepat rusak akibat tergerus kaki sapi. Lantai kandang harus kuat, tidak licin, dan dibuat dengan kemiringan 15 derajat ke arah selokan di belakang sapi untuk mempermudah penampungan kotoran sapi dan pakan yang jatuh.
Kandang bakalan dan anakan biasanya hanya beralaskan semen. Sementara itu, kandang pembibitan biasanya beralaskan serbuk gergaji atau sekam. Kandang pembibitan atau persalinan membutuhkan kondisi yang mutlak kering. Karena itu, setiap periode melahirkan, serbuk gergaji harus diganti dengan yang baru.
- Dinding
Dinding kandang tidak boleh tertutup seluruhnya, harus dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, papan, kayu, bambu, dan bilik bambu. Kadang, dinding kandang hanya berupa tempat minum dan tempat pakan yang dibuat setinggi 0.5--1 meter dari permukaan tanah.
- Atap
Atap kandang bisa terbuat dari bahan asbes, genting, rumbia, atau seng. Kandang untuk sapi potong bisa menggunakan atap dari asbes, karena sapi potong lebih tahan terhadap panas. Kandang sapi juga boleh tidak menggunakan atap alias terbuka. Kandang terbuka yang beratapkan langit ini biasanya digunakan untuk memelihara sapi bunting atau bakalan yang baru datang di peternakan. Kandang seperti ini membantu betina bunting untuk berlatih agar proses melahirkan bisa lancar.
- Lorong
Di kandang individu, biasanya terdapat lorong di tengah kandang sebagai area lalu lintas peternak atau pekerja untuk memberi pakan atau minum sapi. Lorong ini biasanya berukuran 0.5--1 meter dan dibuat dari bahan semen. Lantai semen sebaiknya diberi corak garis-garis agar tidak licin.
- Selokan
Selokan berfungsi sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar 20--30 cm dan kedalaman 10--20 cm. Selokan ini dibuat di dalam kandang di bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal maupun kandang ganda. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urine sapi.
- Bak Pakan dan Minum
Bak pakan dan bak air minum dibuat di depan kandang dengan perbandingan 2 : 1. Artinya, jika panjang bak pakan satu meter, maka panjang bak air minum setengah meter. Tempat pakan dan minum ini dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer. Tempat minum tidak boleh bocor dan harus mudah dibersihkan.
Selain hal di atas, ada beberapa ketentuan-ketentuan lainnya dalam pembuatan dan pengaturan kandang yang baik dan benar dan disesuaikan dengan jenis pemeliharaan. Beberapa peralatan juga sangat dibutuhkan dalam menunjang kesuksesan pemeliharaan sapi.
Secara lengkapnya, Anda bisa membacanya di dalam Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Potong terbitan AgroMedia Pustaka. Buku ini secara lengkap membahas berbagai kebutuhan informasi dalam membangun bisnis sapi potong, mulai dari cara memilih sapi potong unggul, persiapan beternak, pembibitan sapi potong secara alami, IB, atau transfer embrio, pemeliharaan pedet dari masa kolostrum hingga bakalan, penggemukan sapi potong dari memilih bakalan unggul, meramu pakan, cara perawatan, masalah kesehatan dan solusinya, panen dan pemasaran, hingga analisis (simulasi biaya) usaha sapi potong.
Kandungan jerami padi
Posted by Januari 23,
2013 pada
Kompos jerami padi memiliki potensi hara yang sangat tinggi yang harus dimanfaatkan para petani Indonesia. Berikut ini hasil analisa kompos jerami padi yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu:
Rasio C/N 18,88
C 35,11%
N 1,86%
P2O5 0,21%
K2O 5,35%
Air 55%
Dari data di atas, per ton kompos jerami padi memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl atau total 136,27 kg NPK .
Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1,4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya (GKG) sekitar 6 ton per ha, jeraminya tinggal dikali dengan 1,4 yaitu 8,4 ton jerami per ha. Jika jerami ini dibuat kompos dan rendemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 5,04 ton kompos jerami padi.
Berarti dalam satu ha sawah akan menghasilkan 208,15 kg urea, 29,23 kg SP36, 449,42 KCl atau total 686,80 NPK dari kompos jerami padinya. Sebenarnya informasi ini bisa membuat lega untuk para petani padi kita karena mereka bisa menanam padi tanpa takut harga urea mahal. Menanam padi tanpa perlu menggunakan pupuk kimia yang menjadi impian semua petani.
Setelah kita mengetahui hasil analisa kandungan kompos jerami padi sudah pasti kita harus memanfaatkannya untuk mengurangi biaya budidaya padi kita dan ada yang lebih penting lagi yaitu untuk mengembalikan kesuburan tanah kita. Jangan hanya mengambil solusi yang serba praktis dan mudah dengan cara membakar jerami.
TEKNIK PEMBUATAN AMONIASI UREA JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK
TEKNIK
PEMBUATAN AMONIASI UREA JERAMI PADI
SEBAGAI
PAKAN TERNAK
Oleh: Syam Rahadi, S.Pt, MP.
(Penulis ”sebelah kiri” sedang
memberikan makalah)
Makalah ini disampaikan pada PENERAPAN
IPTEK Pemanfaatan Limbah Jerami Padi Melalui Teknologi Amoniasi untuk Mengatasi
Kekurangan Pakan di Musim Kemarau, di Desa Alebo Kec. Konda Kab. Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara, 24 November 2008. atas biaya The Develompent and Upgrading
of Haluoleo University-IDB Loan
Latar
Belakang
•Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi,
kerbau, kambing dan domba)
•Untuk meningkatan produksi perlu penyediaan hijauan pakan yang cukup
baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya
•Hijauan pakan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia
adalah rumput-rumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau kebun
rumput, tegalan, pematang serta pinggiran jalan.
Faktor
Penghambat Penyedian Hijauan Pakan
(a)Terjadinya
perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi
lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri
(b)Sumberdaya
alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia semakin berkurang
(c)Secara
umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim,
sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan
sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah
Solusi
- Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan
- Sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah
- Jenis limbah pertanian sebagai sumber pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar dll.
- Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia
- Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak telah umum dilakukan di daerah tropik, terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau
- Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah
- Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31-39%, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36-62%, dan sekitar 7-16% digunakan untuk keperluan industri
Kelemahan Jerami Padi
- Kandungan nutrisi yang rendah, misalnya kandungan protein jerami 3-5 %, sedangkan protein rumput gajah mencapai 12-14%
- Rendahnya kecernaan yang disebabkan oleh:
2. Mengandung silikat
13 %
- Silikat dan lignin ini bagaikan kaca pelapis, yang melapisi zat-zat yang berguna dan bernilai energi tinggi seperti protein, selulose, hemiselulose
- Ikatan serat di dalamnya juga sangat kuat
Pengolahan Jerami Padi dengan Amoniasi Urea
- Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia
- Pengadaan gas amonia mahal
- Urea atau CO(NH2)2, Sumber gas amonia yang murah dan mudah diperoleh,
- 1 kg urea menghasilkan 0,57 kg gas amonia
- Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung + 45 % unsur nitrogen
Manfaat
Amoniasi
- Merubah tekstur dan warna jerami yang semula keras berubah menjadi lunak dan rapuh
- Warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua
- Meningkatkan kadar protein, serat kasar, energi bruto (GE), tetapi menurunkan kadar bahan ekstrak tiada nitrogen (BETN) dan dinding sel
- Meningkatkan bahan kering, bahan organik, dinding sel, nutrien tercerna total, energi tercerna, dan konsumsi bahan kering jerami padi
- NH3 cairan rumen meningkat
- Memberikan balan nitrogen yang positif
- Menghambat pertumbuhan jamur
- Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami.
Hasil
Analisa Laboratorium Amoniasi Urea Jerami Padi
Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
|
Jerami Padi
Teramoniasi
|
|
Protein Kasar (%)
|
3,45
|
6,66
|
Lemak (%)
|
1,20
|
1,21
|
Serat Kasar (%)
|
33,02
|
35,19
|
BETN
|
37,27
|
31,76
|
Abu
|
25,06
|
25,18
|
Kandungan Dinding Sel
(NDF) (%)
|
79,80
|
75,09
|
Energi Bruto (GE)
(Kcal/kg)
|
3539,48
|
3927,36
|
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M.
(1987)
Kecernaan Zat-zat Makanan Jerami Padi
Kecernaan
|
Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
|
Jerami Padi
Teramoniasi
|
Bahan Kering (%)
|
40,65
|
50,09
|
Bahan Organik (%)
|
50,57
|
60,51
|
Dnding Sel/NDF (%)
|
46,51
|
60,51
|
Nutrien tercerna total/
TDN (%)
|
38,59
|
46,37
|
Energi Tercerna/DE
(Kcal/g)
|
1,45
|
1,99
|
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M.
(1987)
Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
|
Jerami Padi
Teramoniasi
|
|
Konsumsi BK (g)
(per ekor per kg Berat
Badan Metabolit)
|
63,04
|
72,00
|
Balans Nitrogen
|
-0,0039
|
0,0026
|
Konsentrasi NH3
(mg/100 ml)
|
0,11
|
5,22
|
pH cairan rumen
|
0,18
|
1,14
|
Konsentrasi urea darah
(mg/100 ml)
|
0,47
|
7,31
|
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M.
(1987)