Jumat, 19 Juli 2013

Fermentasi Jerami









PendahuluaN
Ternak bagi sebagian petani, merupakan komponen usahatani yang tidak kalah pentingnya dengan usaha utamanya seperti padi, tembakau, palawija dan sebagainya.  Walaupun ternak hanya berfungsi sebagai usaha sampingan dan tabungan tetapi kehidupan ternak menjadi perhatian sepanjang hari.  Sebagai mahluk hidup ternak membutuhkan makanan dan minum yang harus disediakan sepanjang hari.
Namun ketersediaan pakan sepanjang tahun yang sangat tergantung pada musim menyebabkan hijauan pakan melimpah pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau sangat kurang.  Disamping itu sumber-sumber pakan itu sendiri sudah mulai berkurang disebabkan pergeseran pengunaan lahan.  Semula lahan penggembalaan cukup luas, kemudian beralih fungsinya menjadi lahan pertanian, selanjutnya sebagian menjadi lokasi bangunan perumahan, gudang dan lainnya.  Kondisi demikian juga menyebabkan sumber pakan terbatas.  Alternatif jalan keluarnya adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian.

Limbah Pertanian
Khususnya untuk ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing atau domba, terdapat beberapa jenis limbah pertanian dapat diberikan secara langsung atau diproses fermentasi terlebih dahulu sebelum diberikan. Limbah  pertanian seperti jerami baik itu jerami kacang, jerami padi atau jerami jagung menjadi alternatif penting sebagai penyedia pakan terutama untuk mengatasi kekurangan hijauan pada musim kemarau.  Walaupun masih banyak peternak yang belum memanfaatkan limbah pertanian tersebut, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan yang lebih jelas.  Jika peternak tetap bertahan pada rumput alam, rumput gajah, tanaman legum pohon yang diberikan dalam bentuk segar, maka yang terjadi adalah ternak tidak mendapatkan pakan yang cukup sehingga dapat berakibat pada penurunan produksi.  Ternak dapat kehilangan berat badan, atau kemampuan reproduksinya menurun pada saat kekurangan pakan.

Pengertian Jerami
Yang dimaksud jerami adalah bagian batang tumbuhan yang setelah dipanen bulir-bulir buahnya baik bersama tangkainya atau tidak dikurangi dengan akar dan sisa batang yang disabit dan masih tegak dipermukaan tanah. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai l2- 15 ton per hektar satu kali panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan.  Jerami  padi dihasilkan 1-2 kali di daerah kering, dan sebagian petani masih membiarkannya tertumpuk pada lahan sawah sampai datangnya musim tanam kembali.
Jerami padi melimpah selama musim hujan, namun langka pada musim kemarau. Jumlahnya  cukup besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan, potensinya sebagai salah satu sumber makanan ternak memang memiliki nulai nutrisi yang relatif rendah.

Daya Cerna Jerami
Jika dibandingkan dengan rumput maka daya cerna jerami padi lebih lambat.  Yang dimaksud daya cerna adalah lamanya makanan berada dalam saluran pencernaan sejak mulai masuk dari mulut sampai keluar melalui anus.  Untuk jerami padi waktu cerna dapat mencapai 5-12 hari, sedangkan rumput hanya 2-3 hari saja.  Semakin cepat waktu cernanya maka ternak makin mudah lapar lagi dan akan mengkonsumsi makanan lebih banyak.  Sebaliknya makin lambat proses pencernaan maka hewan juga akan membutuhkan waktu yang lama untuk lapar kembali sehingga menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit.  Ditambah lagi nilai nutrisi jerami yang relatif rendah menyebabkan nutrisi yang masuk ke tubuh ternak jga sedikit dan ternak menjadi kekurangan nutrisi.
Penghambat daya cerna pada jerami adalah kandungan lignin, silika dan kutin yang relatif tinggi karena jerami adalah tanaman yang sudah tua dan telah melewati fase generatif (sudah berbuah).  Namun potensi jerami sebagai sumber energi cukup baik.  Pengolahan dan Pengawetan jerami merupakan upaya untuk dapat meningkatkan daya cerna dan mempertahanakan kualitas selama mungkin selama penyimpanan.  Jerami bisa disimpan dan diawetkan dengan cara pengeringan (haylage) dan silage.

Pengolahan Jerami
Pengolahan yang dimaksud di sini adalah daya upaya untuk meningkatkan daya cerna jerami sesuai dengan kualitas rielnya.  Efektifitas cerna mikroorganisme ditingkatkan agar dapat menghancurkan lignin, silika dan kutin, di samping itu masih dapat meningkatkan kandungan protein.
Kandungan zat-zat makanan pada jerami padi
Uraian
Kandungan (%)
Bahan kering (BK)
Protein kasar (% BK)
Serat kasar    (% BK)
Lemak           (% BK)
47,95
4,04
31,62
0,53


Pengawetan Jerami
Jerami bisa disimpan dalam keadaan segar dan kering.  Pada prinsipnya dalam upaya menyimpan jerami agar tidak mengalami kerusakan selama penyimpanan, perlu diusahakan agar tidak terjadi perkembangan jamur dan bakteri yaitu dengan menambahkan urea.

Peyimpanan segar :
Bahan-dan alat :
  • Jerami segar seberat 500 kg
  • Urea 7,5 kg
  • Terpal  2 buah
  • Sabit/Parang
  • Tali plastik

Cara mengawetkan :
  • Jerami padi segar setelah dipanen, dikumpulkan kemudian dikat padat atau dipres
  • Bagian ujung jerami yang tidak rata dipotong dan dirapikan pada saat jerami dipres (ditekan atau dipadatkan).
  • Terpal plastik dibentangkan di atas tanah karena nantinya jerami akan dibungkus dengan terpal tersebut.  Kemudian jerami diletakan secara berlapis-lapis, setiap lapisan ditaburi urea secara merata.
  • Jika telah cukup, maka terpal plastik digunakan sebagai pembungkusnya dan diupayakan agar padat dan rapat agar udara tidak masuk.
  • Terpal diikat kencang agar udara tidak masuk kedalam bungkusan jerami.
  • Jerami dapat disimpan selama 30-90 hari.  Sebelum diberikan pada ternak, pembungkus jerami (terpalnya) dibuka dulu dan biarkan jerami diangin-anginkan.  Setelah itu siap diberikan pada ternak.

Amoniasi Jerami
Amoniasi jerami padi merupakan pengolahan jerami dengan menggunakan urea untuk meningkatkan manfaat jerami.  Cara ini merupakan teknik mengolah jerami dengan biaya murah, mudah dilakukan, aman bagi peternak maupun bagi ternak dan memberikan keuntungan meningkatkan kadar N (nitrogen).  Dengan mencampurkan urea dan air pada jerami padi maka akan terjadi proses hidrolisa, selanjutnya dengan enzim urease, urea akan terurai menjadi ammonia dan CO2.

Bahan yang diperlukan.
  • Jerami padi (basah atau kering),
  • Urea
  • Air

Alat-alat :
  • Lembaran plastik
  • Timbangan
  • Ember plastik
  • Sabit/parang
  • Tempat menimbun jerami

Cara membuat
  • Timbang jerami sesuai yang dibutuhkan, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 5-10 cm
  • Selanjutnya urea ditimbang sebanyak 6% dari bobot jerami yang digunakan.  Jika jerami yang diolah sebanyak 50 kg maka urea yang dibutuhkan adalah 6% x 50 kg = 3 kg.
  • Sediakan air bersih sebanding dengan jumlah jerami padi yang digunakan, maka air yang dibutuhkan adalah 50 liter. Dari jumlah tersebut 30% digunakan untuk melarutkan urea.
  • Jerami dapat ditempatkan dalam lubang di tanah atau dengan drum ukuran :  dalamnya 1 m; lebar 75 cm atau disesuaikan dengan jumlah jerami yang akan diolah.
  • Jerami dimasukkan ke dalam lubang atau drum secara berlapis-lapis setebal 10-20 cm. Setiap lapisan disemprotkan dengan larutan urea + air secara merata.
  • Susunan jerami makin ke atas makin kecil (berbentuk kerucut).  Jika pembuatan jerami dalam lubang sebaiknya setiap lapisan dipadatkan dengan diinjak-injak.
  • Untuk dapat mempercepat proses pemecahan lignin (lapisan sel pada jerami)  maka gunakan daun Gamal (Glirisidia maculata) untuk meningkatkan kadar protein serta mempercepat proses amoniasi.
  • Setelah itu jerami ditutup dengan plastik secara rapat. Setelah 1 bulan jerami dapat diberikan pada ternak.

Jerami Fermentasi
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya, memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amonia yang menyengat). Cara yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak adalah fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya : starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain).
Bahan.
  • Jerami                                  : 1 ton
  • Urea                                    : 6 kg
  • Starbio atau bahan sejenis       : 6 kg
  • Air  secukupnya

Tempat pembuatannya harus ada naungan/atap terhindar dari hujan dan sinar matahari langsung.

Cara Pembuatan :
  • Jerami kering panen dilayukan selama ± 1 hari  untuk mendapatkan kadar air mendekati 60%, dengan tanda-tanda jerami kita remas, air tidak menetes tetapi tangan kita basah.
  • Jerami yang sudah dilayukan tersebut dipindahkan ke tempat pembuatan dengan cara ditumpuk setebal 20-30 cm (boleh diinjak-injak)
  • Kemudian ditaburkan urea, bahan pemacu mikroorganisme (starbio atau bahan sejenis) dan air secukupnya kemudian ditumpuk lagi jerami.
  • Seperti  cara di atas sehingga mencapai ketinggian + 1,5 m.
  • Tumpukan jerami dibiarkan selama 27 hari (tidak perlu dibolak-balik).
  • Setelah 21 hari tumpukan jerami dibongkar lalu diangin-anginkan atau dikeringkan.
  • Jerami siap diberikan pada ternak atau kita stok dengan digulung, dibuka dan disimpan dalam gudang.
  • Tahan disimpan selama ± 1 tahun.
 Catatan :
Dalam membuat jerarni fermentasi tidak perlu ditutup. Apabila membuat jerami fermentasi dalam jumlah sedikit tumpukan jerami bisa ditutup dengan sehelai karung goni. Selain jerami, bahan lain yang bisa difermentasi untuk makanan ternak antara lain : alang-alang, pucuk tebu dll. Alang-alang dibuat fermentasi dengan dilayukan terlebih dahulu dan harus dipotong-potong antara 5-10 cm (bahan sama yaitu starbio dan urea).
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH4 ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan. Bisa juga dikatakan sebagai katalisator dalam proses fermentasi.

Pustaka :
BIP. 1983.  Petunjuk Pengawetan Hijauan Makanan Ternak.  Balai Informasi Pertanian NTB. Departemen Pertanian.
BIP. 1986.  Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pakan Ternak.  Departemen Pertanian. Ciawi.
Komar, A., 1984.  Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak.  Yayasan Dian Grahita Indonesia.
Reksohadiprodjo, S. 1988.  Pakan Ternak Gembala.  BPFE Yogyakarta.
Proses Pembuatan Jerami Padi Fermentasi

Pembuatan jerami padi fermentasi dengan sistem terbuka.  Proses fermentasi terbuka dilakukan pada tempat terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan 1 ton jerami fermentasi adalah : 1 ton jerami padi segar, Probion (probiotik) 2,5 kg, Urea 2,5 kg, dan air secukupnya.

Cara Pembuatan :

Proses pembuatan dibagi dua tahap, yaitu tahap fermentatif dan pengeringan serta penyimpanan. Pada tahap pertama, jerami padi yang baru dipanen dari swah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan, dan diharapkan masih mempunyai kandungan air 60%. Jerami padi segar yang akan dibuat menjadi jerami padi fermentasi ditimbun dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi dengan Probion dan urea. Tumpukan jerami tersebut dapat dilakukan hingga ketinggian sekitar 3 meter.  Setelah pencampuran dilakukan secara merata, kemudian didiamkan selama 21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan baik.  Tahap kedua adalah proses pengeringan dan penyimpanan jerami padi fermentasi. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung. Setelah proses pengeringan ini, maka jerami padi fermentasi dapat diberikan pada ternak sebagai  pakan pengganti rumput segar.
Dikutip dari berbagai sumber
Diposkan oleh Sutan Muda Harahap di 07.00

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK STARBIO DALAM PAKAN TERHADAP KONSUMSI PAKAN, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN, DAN KONVERSI PAKAN ITIK PETELUR JANTAN LOKAL (Anas platyrhyncha) UMUR 7 MINGGU
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pemerintah mencanangkan program swasembada daging 2010. Artinya satu tahun lagi Indonesia akan dapat memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dari produksi dalam negeri sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor daging. Kebutuhan rata-rata daging nasional 5 kilogram per kepala per tahun atau total lebih dari 300.000 ton per tahun pada tahun 2008 ini.  Sebanyak 30% kebutuhan daging berasal dari daging impor (Widodo, 2008).
Dewasa ini, daging itik sudah mulai populer  dan digemari oleh masyarakat. Ini ditandai dengan maraknya warung-warung yang menjual produk olahan dari itik. Pada umumnya daging itik yang diperdagangkan berasal dari itik petelur dewasa afkir yang telah berumur lebih dari 3 tahun dan tidak produktif lagi. Hal tersebut mengakibatkan dagingnya kurang berkualitas ditinjau dari tekstur dan keempukan. Untuk mendapatkan daging itik muda yang berkualitas dapat diperoleh dengan memanfaatkan itik petelur jantan lokal yang digemukan dengan masa pemeliharaan selama 42-49 hari.
Anak itik petelur jantan lokal merupakan hasil penetasan telur itik untuk menghasilkan bibit itik petelur, dan dalam setiap penetasan rata-rata dihasilkan  anak itik jantan 50% dan anak itik betina 50% (Cahyono, 2007). Anak itik petelur jantan akan selalu diafkir dan dijual dengan harga murah, sementara itu belum banyak yang memanfaatkan  sebagai ternak penghasil daging (itik pedaging).
Berdasarkan hasil survey di wilayah Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang petani itik umumnya memelihara ternaknya secara tradisional sehingga untuk mencapai berat jual 0,8 kg saja diperlukan waktu hingga 85 hari dan tingkat kematiannya mencapai 19%. Menurut Iskandar (1994), dengan pemeliharaan yang intensif, untuk mencapai berat jual 0,8 kg hanya diperlukan waktu 42-49 hari.
Pemeliharaan yang intensif, diantaranya diperlukan pemberian pakan yang berkualitas dan pemberian pakan aditif salah satu diantaranya adalah starbio. Starbio berperan meningkatkan kecernaan, sintesa protein mikroba, mengurangi bau kotoran, dan ramah lingkungan. Diharapkan dengan penambahan starbio kedalam campuran pakan dapat meningkatkan pertumbuhan, dan mengurangi konversi pakan sehingga akan menambah keuntungan peternak.
B.    Masalah
1.      Petani belum mengetahui tentang manfaat pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2.      Belum diketahui seberapa jauh pengaruh pemberian starbio dalam pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.


C.    Tujuan Penelitian
1.      Petani dapat mengetahui manfaat  pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2.      Mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan starbio pada pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.
D.    Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai informasi tentang pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
E.    Hipotesis
Penambahan starbio dalam pakan berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian dan  konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Aspek Teknis
1.      Itik petelur jantan lokal
Cahyono (2007), menyatakan bahwa jenis itik petelur jantan lokal dapat dimanfaatkan untuk tujuan pedaging. Misalnya itik Tegal, Mojosari (Mojokerto), Alabio, Muntilan (Magelang), Karawang (Cirebon), Indramayu, Bali (Pinguin), Turi, CV. 2000 INA, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan itik petelur jantan lokal terbagi atas periode pertumbuhan awal (fase starter) dan pertumbuhan lanjut. Untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada fase starter, perlu ditunjang dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi, yaitu berkisar antara 20-25% (Satie, 2007).
Anak itik petelur jantan lokal yang dipelihara secara intensif selama masa pemeliharaan 42-49 hari sudah mencapai umur jual (siap potong) dengan bobot badan berkisar antara 0,8-1,2 kg/ ekor (Iskandar, 1994).
Menurut Satie (2007), perkandangan itik petelur jantan lokal, seperti halnya ayam broiler dengan sistem kandang kering, dimana luas per ekor sekitar 0,25 m2. Separuh bagian kandang ditutup dengan atap rumbia, genteng atau yang lainnya sebagai pelindung dan tempat istirahat. Sedangkan separuh bagian yang lain digunakan sebagai tempat untuk makan,minum atau bermain dalam bentuk kandang terbuka.

Cahyono (2007), menyatakan kepadatan populasi di dalam kandang berpengaruh terhadap tingkat kematian dan pertumbuhan itik petelur jantan lokal. Kepadatan yang terlalu banyak akan menurunkan kesehatan dan pertumbuhan itik petelur jantan lokal juga menjadi lambat.
2.      Pakan itik petelur jantan lokal
Kebutuhan protein dan kalori itik petelur jantan lokal pada umur 0-2 minggu adalah 22% dan 2900 Kkal/kg, pada umur 2-7 minggu 16% dan 2900 Kkal/kg (Ketaren, 2001).
Rasyaf (1993), berpendapat bahwa ternak secara umum membutuhkan zat-zat pakan yang esensial antara lain air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin.
Iskandar (1994), melaporkan bahwa itik jantan lokal yang dipelihara secara intensif dan diberi pakan dengan ransum terdiri dari 40% BR1, 58,8% dedak padi, dan 1,2% campuran vitamin dan mineral dapat mencapai berat badan 890 gram/ekor pada umur 49 hari. Campuran pakan tersebut mengandung protein 17%, energi metabolisme 2800 Kkal/kg, dan SK 8,2%.
3.      Starbio
            Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau  ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993), dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum.
Penambahan probiotik starbio 0,25% pada pakan yang mengandung serat kasar 6% nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan itik petelur jantan lokal (Wahyu,1997).
4.      Konsumsi pakan
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa konsumsi adalah proses pemasukan pakan yang diberikan pada ternak untuk keperluan metabolisme dalam tubuh sebagai pemenuhan kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok (maintenance) dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak dalam menghasilkan performen ternak dapat dilihat pada konsumsi pakan. Dalam pemberian pakan pada ternak  faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi yang tinggi.     
Menurut Wahyu (1997), konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tidak dimakan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung jenis unggas, temperatur lingkungan, tahap produksi air minum, luas kandang, imbangan nutrisi dalam pakan, periode pertumbuhan dan penyakit.
5.      Pertambahan bobot badan itik petelur jantan lokal
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan merupakan pengukuran  dalam melihat laju pertumbuhan unggas dalam pemeliharaan dari minggu pertama sampai minggu berikutnya, yang mengarah pada perubahan dari badan unggas mulai bertambah besarnya, tingkat konsumsi pakan, dan perubahan fisik dari unggas  serta diiringi dengan kenaikan dari bobot badan. Pengukuran bobott badan dilakukan dalam kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian, bobot itu dibagi hari tujuh, hal tersebut dilakukan agar  tidak menimbulkan cekaman bagi unggas yang berakibat pertambahan bobot badan tidak maksimal.
Cahyono (2007), menyatakan bahwa pemeliharaan itik petelur jantan lokal umur 7 minggu dengan diberi pakan yang mempunyai kandungan energi 2700 Kkal/kg dan protein 16,5% menghasilkan berat badan 943,2 gram, tingkat konsumsi 129 g/kor/hari.
6.      Konversi pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan pada periode tertentu (Rasyaf, 2003), artinya berapa jumlah pakan yang dihabiskan untuk membentuk produk per kg baik itu daging atau telur. Konversi pakan dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan, kandungan energi dalam pakan  dan suhu lingkungan serta kondisi kesehatan itik.

B.       Aspek Penyuluhan
1. Pengertian penyuluhan pertanian
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dikalangan masyarakat (petani) agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha tani dan memberikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian.
Proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dalam mengakses informasi-informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestariaan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan non formal bagi pelaku utama dan pelaku usaha sebagai jaminan atas hak mendapatkan pendidikan,  yang diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada guna memperbaiki dan meningkatkan pendapatan kelayakan beserta lebih luas lagi dapat meningkatkan kesejahteraannya (Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan SP3K ).


2. Tujuan penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), tujuan penyuluhan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha dengan cara meningkatkan kemampuan dan keberdayaan mereka.
Mardikanto (1993), menyatakan tujuan penyuluhan dibedakan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek merupakan tujuan untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih baik pada diri petani dalam mengelola usaha taninya. Perubahan-perubahan yang diharapkan meliputi perubahan pada diri petani yaitu pengetahuan, kecakapan, sikap dan motif petani. Sedangkan tujuan jangka panjang penyuluhan pertanian adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup sejahtera.
3.    Sasaran penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), sasaran penyuluhan pertanian adalah petani dan anggota kaluarganya, yang terdiri dari wanita tani dan taruna tani (pemuda/pemudi tani). Oleh karena itu penyuluhan pertanian sering digambarkan dalam bentuk simbol.
Mardikanto (1993), berpendapat bahwa kegiatan penyuluhan diperuntukan bagi petani dan keluarganya, namun tujuan penyuluhan tidak akan tercapai apabila tidak ada dorongan dan terciptanya suasana atau iklim yang memungkinkan untuk dilaksanakannya segala sesuatu yang telah disuluhkan serta sangat tergantung pada faktor penentu. Sasaran dapat dibedakan menjadi : a.) Sasaran utama atau sasaran pokok, yakni petani dan segenap anggota keluarganya. b.) Sasaran penentu, yang terdiri dari pemerintah, para peneliti, lembaga perkreditan, produsen dan distributor sarana pertanian, lembaga pengolah hasil pertanian, lembaga pemasaran hasil pertanian dan lembaga pelayanan atau biro jasa. c.) Sasaran pendukung, yaitu segenap lapisan masyarakat yang dapat memperlancar atau menghambat kegiatan penyuluhan pertanian.
4. Metode penyuluhan pertanian
Metode penyuluhan pertanian adalah cara menyampaikan materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya agar bisa dan membisakan diri menggunakan teknologi baru. Tujuan pemilihan metode penyuluhan pertanian adalah agar penyuluh pertanian dapat menetapkan suatu metode atau kombinasi beberapa metode yang tepat dan berhasil guna, serta agar kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan untuk menimbulkan perubahan yang dikehendaki dapat berdaya guna dan berhasil guna (Padmowiharjo, 1994).
Ceramah atau pidato, demonstrasi cara, widyakarya, dan diskusi kelompok merupakan metode kelompok yang dipertimbangkan dalam metode kelompok. Semua merupakan metode penting untuk mengalihkan informasi, sedangkan diskusi kelompok berperan penting dalam pembentukan pendapat dan pengambilan keputusan dari petani.  Demonstrasi dan Widyawisata mempunyai keuntungan karena petani dapat melihat sendiri penerapan suatu metode dan mengetahui keuntungan dan kekuarangan suatu inovasi (Marzuki, 1999).
5. Media penyuluhan
            Mardikanto (1993), menyatakan bahwa alat bantu penyuluhan adalah alat-alat perlengkapan penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh  guna memperlancar proses mengajarnya selama kegiatan  penyuluhan itu dilaksanakan. Alat ini diperlukan, untuik mempermudah penyuluh  selama melaksanakan kegiatan penyuluhan, baik dalam menentukan/ memilih materi penyuluhan  atau m,enerangkan inovasi yang disuluhkan.
Padmowiharjo (1999), menyatakan bahwa folder dan brosur banyak digunakan dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Media tersebut dalam penyuluhan pertanian berupa bahan publikasi untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tani khususnya dan kepada masyarakat ramai yang manaruh minat terhadap bidang pertanian umumya.
6. Evaluasi penyuluhan
Menurut Padmowiharjo (1999), evaluasi sebagai proses penentuan terhadap hasil-hasil yang telah tercapai melalui aktifitas-aktifitas yang terencana dengan maksud mancapai tujuan akhir yang sangat berguna.
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegitan terencana dan sistematis yang meliputi :
1.      pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta.
2.      menggunakan “pedoman” yang telah ditetapkan.
3.      pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
4.      pengambilan keputusan atau penilaian.

















BAB III
MATERI DAN METODE
A.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Praktik STPP Magelang, Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang mulai tanggal 15 Maret 2009 sampai dengan 3 Mei 2009. Sedangkan kegiatan penyuluhan dilaksanakan di Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang pada tanggal 10 Mei 2009.
B.     Materi dan Peralatan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor itik petelur jantan lokal dari spesies itik Magelang pada umur 21 hari. Pakan itik yang digunakan dalam penelitian adalah a). Pakan komersial  untuk ayam broiler starter, b). Dedak padi dari penggilingan padi setempat, c). Jagung giling, e). Tepung ikan, g). Starbio, f).Vitamin, h). Air minum.
Desinfektan untuk membasmi kuman digunakan neoantisep. Obat-obatan yang digunakan meliputi : Trimisin, Sulfamix. Vaksin yang digunakan dalam penelitian adalah vaksin ND.
Peralatan yang digunakan adalah kandang baterai dengan dengan ukuran 15cm x 40cm, timbangan elektrik, tempat pakan dan minum, lampu pijar 20 watt sebagai penerangan.
C.    Metoda Penelitian
1.      Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode experiment design, yaitu suatu cara perencanaan eksperimen  yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ternak itik petelur jantan lokal dari jenis itik Magelang, berjenis kelamin jantan, umur 21 hari, berat rata-rata perekor 300gram ± 20gram.
2.      Rancangan penelitian
            Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan, 5 ulangan, masing-masing ulangan digunakan 1 ekor itik petelur jantan lokal.
Perlakuan penelitian meliputi :
TO = 0% starbio dari jumlah pakan.
T1 = 0,15 % starbio dari jumlah pakan.
T2 = 0,25% starbio dari jumlah pakan.
T3 = 0,35% starbio dari jumlah pakan
Tabel 1. Rancangan Penelitian Sebagai Berikut :
 
Ulangan (U)
Perlakuan (P)
1
2
3
4
1
2
3
4
5
P1U1
P1U2
P1U3
P1U4
P1U5
P2U1
P2U2
P2U3
P2U4
P2U5
P3U1
P3U2
P3U3
P3U4
P3U5
P4U1
P4U2
P4U3
P4U4
P4U5

3.       Pelaksanaan penelitian
Tahap persiapan meliputi membersihkan kandang dari semua kotoran. Kandang yang digunakan adalah kandang baterai dimana setiap kandang memiliki ukuran panjang 40cm dan lebar 15cm. Kandang yang telah dibersihkan kemudian didesinfektan dengan obat pembunuh kuman (neoantisep). Selanjutnya adalah menyiapkan tempat pakan dan tempat minum untuk tiap kandang. Setelah tempat pakan dan tempat minum terpasang dan siap digunakan maka itik petelur jantan lokal ditimbang untuk mengetahui berat awal dan kemudian dimasukan kekandang baterai.
            Pakan yang diberikan adalah berupa campuran BR1 20%, dedak padi 30%, jagung giling 40%, tepung ikan 10%. Untuk mengetahui komposisi bahan pakan dan kandungan gizi tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Pakan dalam Penelitian dan Kandungan Gizinya
 
Bahan penyusun pakan
Komposisi bahan pakan (%)
Kandungan gizi pakan
PK(%)
ME(Kkal/kg)
SK(%)
Pakan ayam stater
Tepung ikan
Dedak halus
Jagung giling
20
10
30
40
21
60
13
8,6
3000
2720
2028
3329
3
1
11
2,5
jumlah
100
17,54
2881
4
Keterangan : Berdasarkan perhitungan menurut tabel komposisi Hartadi dkk. (1993)
Pencampuran starbio dilakukan bersamaan dengan pencampuran bahan pakan. Pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Air minum diberikan adlibitum.  Penimbangan pakan dilakukan sebelum pakan diberikan dan sesudah pakan diberikan untuk mengetahui konsumsi pakan. Sedangkan penimbangan itik dilakukan satu kali dalam seminggu.
Untuk pencegahan terhadap penyakit maka perlu dilakukan program vaksinasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh itik terhadap serangan penyakit. Vaksinasi ND pada umur 2 hari. Vitachick diberikan melalui air minum, vitachick berfungsi sebagai sumber vitamin bagi itik. Trimisin diberikan jika terdapat tanda-tanda terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri (corisa, kolera, pulorum).
4.      Variabel penelitian
a.       Konsumsi pakan. Untuk mengetahui konsumsi pakan dapat diketahui melalui penimbangan pemberian pakan dikurangi penimbangan pakan yang tersisa dalam setiap kandang perlakuan. Data konsumsi rata-rata (g/ekor/hari) dapat diperoleh dengan rumus :
Konsumsi = Pakan yang disediakan – pakan sisa
b.      Pertambahan bobot badan harian (PBBH). Untuk mengetahui pertambahan bobot badan per minggu dapat diperoleh dengan menimbang bobot akhir dikurang bobot awal  minggu, untuk menentukan kenaikan bobot badan setiap minggu. Untuk menghitung pertambahan bobot badan rata-rata per hari dapat diperoleh dengan rumus:
PBBH = bobot badan minggu ke n – bobot badan minggu ke (n-1)
                                                              7
c.       konversi pakan. Diperoleh dengan jalan rata-rata konsumsi pakan di bagi dengan PBBH, dihitung dalam mingguan dengan menggunakan rumus :                
Konversi Pakan = konsumsi pakan rata-rata harian   
                                                       PBBH

5.      Analisis data
         Data yang diperoleh dilakukan analisis dengan menggunakan Anova untuk mengetahui pengaruh pemberian starbio terhadap konsumsi, pertambahan berat badan harian dan konversi pakan. Apabila ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Adapun alat bantu yang digunakan adalah program SPSS 12.
D.    Rancangan Penyuluhan
1.   Materi penyuluhan
Materi yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan adalah cara budidaya penggemukan itik petelur jantan lokal dan manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2.      Sasaran penyuluhan
Sasaran kegiatan  penyuluhan tersebut adalah petani di Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo.
3.      Tujuan penyuluhan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyampaian materi adalah agar peternak mengetahui pemeliharaan itik petelur jantan lokal dengan memanfaatkan starbio sabagai probiotik dalam pakan.
4.      Metode penyuluhan
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan adalah dengan menggunakan pendekatan kelompok. Sedangkan teknik  penyuluhannya dengan menggunakan teknik ceramah dan diskusi.
5. Media penyuluhan
            Media yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan kertas koran dan folder.
6.    Evaluasi penyuluhan
Analisis data menggunakan Deskriptive Comparative dengan rancangan pra tes dan post tes pada kelompok tunggal, perbedaan hasil pra test dan pos test merupakan perubahan yang terjadi akibat kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan.
Analisis Deskriptive Comparative kriteria keberhasilan kegiatan penyuluhan didasarkan pada  Efektivitas Penyuluhan (EP) dan Efektivitas Perubahan Perilaku (EPP).
Efektivitas Penyuluhan (EP) digunakan rumus :
EP
Ginting, 1994 menyatakan kriteria penilaian Efektivitas penyuluhan adalah :
≤33,3 %                         = kurang efektif
33,3 %-66,7 %              = cukup efektif
≥66,7 %                         = efektif
Efektivitas perubahah prilaku (EPP) digunakan rumus
EPP =          Skor post test – skor pra test               x 100 %
             Target skor maksimal – skor pra test

  1. Pengabdian Masyarakat
Pengabdian masyarakat dilaksanakan di Desa Glagahombo pada pertemuan rutin selapanan (Minggu Pon) tepatnya pada tanggal 22 Maret 2009. Kegiatan yang dilakukan adalah pemutaran video tentang beternak kambing, beternak kelinci dan beternak ayam buras. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara massal. Media yang digunakan antara lain VCD, sound system dan LCD projector.
  1. Jadual Kegiatan
Tabel 3. Jadual Kegiatan.

Kegiatan yang dilakukan
Minggu ke
1
2
3
4
5
6
7
8
Tiba dilokasi
Ijin dengan instansi terkait
Persiapan penelitian
Pelaksanaan penelitian
Analisis data
Pengukuran pratest
Kegiatan penyuluhan
Pengukuran postest
Kegiatan bakti masyarakat
Kembali ke kampus
v
v
v



v




v



v



v



v






v



v
v
v
v
v










v




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Analisis Diskriptif
1.      Keadaan geografis dan iklim
Secara geografis letak Desa Glagahombo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang provinsi Jawa tengah, merupakan desa yang berada pada ketinggian 400 dpl dengan topografi berbukit-bukit dengan curah hujan 20 mm/tahun, dan suhu rata-rata harian 30 0C.
            Batas-batas Desa Glagahombo adalah sebagai berikut, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuurip, sebelah barat berbatasan dengan Desa Girirejo sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngasem, sebelah utara berbatasan dengan Desa Dlimas. Orbitasi Desa Glagahombo dari pusat pemerintahan kecamatan sekitar 4 km, 11 km dari ibu kota kabupaten dan 81 km dari ibu kota propinsi.
2.      Luas wilayah dan penggunaan lahan
Luas wilayah desa Glagahombo sekitar 212 ha. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan lahan sebagian besar adalah berupa persawahan (24,79% sawah irigasi dan 17,80 sawah tadah hujan). Areal sawah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan itik dan dapat sebagai penghasil bahan pangan  yang limbahnya dapat dijadikan pakan ternak. Melihat potensi yang ada maka prospek pengembangan peternakan itik sangat terbuka lebar.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Glagahombo
Penggunaan lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Permukiman pejabat pemerintah
Permukiman umum
Sekolah
Tempat peribatan
Lapangan sepak bola
Kuburan
Jalan
Ladang/tegalan
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Lain-lain
2,30
50
1,25
2,30
1,2
2,38
2,32
60,12
53,13
38,15
1,2
1,07
22,21
0,59
1,07
0,56
1,12
1,11
28,05
24,79
17,80
0,56
Jumlah
214.37
100,00
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008

3. Keadaan penduduk berdasarkan umur
Penduduk Desa Glagahombo berjumlah 2313 jiwa, yang terdiri dari 1154 jiwa laki-laki, 1159 jiwa perempuan dan 645 KK. Jumlah penduduk menurut umur dapat lihat pada Tabel 5.
Tabel 5.  Jumlah Penduduk Menurut Umur
Umur
Jumlah (orang)
Persentase (%)
< 1 – 10
483
20.88
11 – 20
374
16.16
21 – 30
379
16.38
31 – 40
329
14.22
41 – 50
332
14.35
51 – 60 >
416
17.98
Jumlah
2313
100,00
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
            Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dijelaskan  umur yang produktif yang sekitar antara 51-60 > yaitu 17,98% untuk umur 21-30 yaitu 16,38% sedangkan umur 31-40 hanya 14,22%.
4. Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan
  Sebagian besar penduduk Desa Glagahombo adalah orang yang berpendidikan, mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), bahkan ada beberapa orang lulusan Perguruan Tinggi (PT). Untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Jenis Pendidikan Masyarakat
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Penduduk buta huruf
Penduduk tidak tamat SD/sederajat
Penduduk tamat SD/sederajat
Penduduk tamat SLTP/sederajat
Penduduk tamat SLTA/sederajat
Penduduk tamat D-1
Penduduk tamat D-2
Penduduk tamat D-3
Penduduk tamat S-1
51
89
680
60
96
1
1
1
4
5,18
9,05
69,17
6,10
9,76
0,10
0,10
0,10
0,40
Jumlah
983
100,00
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008

            Berdasarkan tabel diatas menunjukan tingkat pendidikan di Desa Glagahombo yang paling banyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu 69,17% dan yang sedikit ialah tamat Diplomat D-1, D-2 dan D-3 yaitu 0,10 %, sedangkan yang buta aksara (huruf) yaitu 5,18%  dan yang tidak tamat SD yaitu 9,05%. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat adopsi sesuatu inovasi dan sesuai pendapat dari Mardikanto (1993) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan pendidikan yang lebih baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat tanggap dan mudah menerima informasi.
5. Keadaan penduduk berdasarkan matapencaharian
            Untuk memenuhi kebutuhan hidup, berbagai macam matapencaharian ditekuni oleh penduduk Desa Glagahombo. Untuk mengetahui secara jelas matapencaharian penduduk Desa Glagahombo tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Matapencaharian Penduduk Desa Glagahombo.
Mata pencaharian
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Petani
Buruh tani
Pedagang/wiraswasta/pengusaha
Guru swasta
Pegawai Negri Sipil
TNI/Polri
Pensiunan
130
180
17
2
37
8
5
34.30
47.49
4.48
0.52
9.76
2.11
1.31
Jumlah
379
100,00
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
            Sebagian besar (34,30% petani dan 47,49% sebagai buruh tani) penduduk Desa Glagahombo bermatapencaharian disektor pertanian (bertani dan atau beternak). Oleh karena itu kegiatan penyuluhan pertanian dan pemberdayaan kelompok tani sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
6.      Bidang pertanian
Beberapa komoditas pertanian diusahakan oleh penduduk Desa Glagahombo. Adapun komoditas pertanian yang diusahakan tertuang dalam Tabel 8.
Tabel 8. Komoditas Pertanian Desa Glagahombo.
Jenis uhasa tani
Luas tanam (ha)
Produktivitas (ton/thn)
Padi
Ubi kayu
Lombok
82
12
1
246
150
4
Sumber : Monografi Desa Glagahombo, 2008.
            Hasil sampingan pertanian dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor peternakan, sekam dapat dimanfaatkan sebagai litter ternak unggas, jerami padi dan daun ketela sebagai pakan hijauan ruminansia, dedak, kulit ketela, pati, onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsentrat ternak unggas dan ruminansia.
7.      Bidang peternakan
Sektor peternakan berkembang baik di Desa Glagahombo. Walaupun dalam perkembangannya beternak hanya sebagai usaha sampingan penduduk. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan peternakan di Desa Glagahombo tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Komoditas Peternakan di Desa Glagahombo.
 
Jenis ternak
Jumlah (ekor)
Sapi potong
Kerbau
Kambing
Domba
Kelinci
Ayam buras
Itik manila
Bebek
146
27
30
41
420
600
300
340
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008

            Dengan melihat potensi wilayah yang ada, usaha peternakan masih sangat berpeluang  untuk dikembangkan di Desa Glagahombo. Disini terlihat sektor pertanian akan bisa menopang sektor peternakan tentunya dengan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak. Sebaliknya sektor peternakan akan mendukung pertanian dengan memanfaatkan kotoran padat dan cair sebagai pupuk organik.
  1. Hasil Kajian
Hasil kajian mengenai pengaruh pemberian probiotik starbio dalam pakan terhadap konsumsi pakan, PBBH, dan konversi pakan itik petelur jantan lokal (Anas platyrhyncha) umur 7 minggu adalah sebagai berikut:
1.      Konsumsi pakan
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan.
Tabel 10. Rata-Rata Konsumsi Pakan Harian Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7  
                Minggu
 
ulangan
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
1
102.86
109.64
111.43
108.93
2
106.79
110.71
112.50
107.86
3
106.79
107.50
109.64
106.43
4
107.86
109.64
104.29
106.79
5
103.57
102.50
103.57
102.14
Rata-rata
105.57
107.99
108.28
106.43

Siregar (2009), konsumsi pakan ayam tergantung dari beberapa faktor yaitu : besar  tubuh unggas (jenis galur), keaktifan badannya sehari-hari, suhu atau temperatur di dalam dan disekitar kandang, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada unggas itu, dan cara pengelolaan yang dipraktekkan sehari-hari untuk memelihara unggas tersebut.
Rata-rata konsumsi dari semua perlakuan adalah 107,01 g/ekor/hari (lampiran1). Konsumsi pakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), yang menyatakan bahwa konsumsi itik petelur jantan lokal umur 7 minggu adalah 129 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena kandungan energi yang diberikan pada penelitian (2881Kkal/kg) lebih tinggi dibandingkan pakan yang diberikan dalam laporan  Cahyono (2007) sebesar 2700Kkal/kg. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan maka semakin rendah konsumsi pakan unggas tersebut ( Wahyu, 1997).
Pemberian probiotik starbio pada ransum (perlakuan T1, T2 dan T3) tidak berpengaruh pada konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena semua perlakuan diberi ransum yang kualitasnya sama (protein maupun energi metabolismenya sama). Ternak unggas mengkonsumsi ransum pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Seperti dilaporkan oleh Wahyu (1997), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dan unggas akan berhenti makan apabila kebutuhan akan energi sudah terpenuhi walaupun tembolok belum penuh.
2.      Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan berpengaruh terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH).
Tabel 11. PBBH Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7 Minggu.
 
ulangan
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
1
19.29
28.57
23.93
25.36
2
19.29
26.07
31.43
25.00
3
17.86
23.57
25.71
26.07
4
20.36
23.21
22.86
23.57
5
18.57
25.00
23.93
25.00
Rata-rata
19.07a
25.28b
25.57b
25b
Keterangan : Superskrip a, b yang berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan 
                     berbeda nyata (P<0,05).

Hasil analisis statistik uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH ) itik selama penelitian pada T0 adalah 19.07 g/ekor/hari, dan lebih kecil (P<0,05) dibandingkan T1, T2, dan T3. PBBH pada perlakuan T1, T2, dan T3 masing-masing : 25.284 g/ekor/hari,  25.572 g/ekor/hari, dan 25 g/ekor/hari.
Pertumbuhan adalah proses pertambahan bobot hidup sejak pembuahan dan lahir hingga mencapai berat dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara bibit, pakan dan tata laksana yang baik untuk menjamin suksesnya setiap usaha peternakan unggas ( Siregar, 2009).
            Pada dasarnya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak agar diperoleh berat badan yang diharapkan, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan dan manajemen (Santoso, 2009).
            Bobot badan itik petelur jantan lokal dalam penelitian adalah 959,5 g (lampiran 2). Hasil ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), bahwa bobot badan itik petelur jantan lokal pada umur 7 minggu adalah 943 g. Hal ini disebabkan karena kualitas pakan yang diberikan pada saat penelitian yaitu  PK 17,54%, Energi Metabolisme (EM) 2881 Kkal/kg lebih baik dibandingkan hasil penelitian  Cahyono (2007). Komponen yang menentukan kualitas pakan antara lain : protein dan asam amino, EM, mikotoksin, metionim, sistin, lisin, asam linoleat dan linoleat, Vitamin C dan Vitamin lainnya, termasuk pula kualitas air serta kesegaran pakan. Untuk meningkatkan produktifitas ternak unggas, dalam pakan ternak harus mengandung gizi yang tinggi (Santoso, 2009).
Meningkatnya pertambahan bobot badan itik yang diberi starbio pada ransum disebabkan karena Starbio sebagai probiotik mengandung bakteri proteolitik, selulolitik, lipolitik, lignolitik dan amilolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis yang berfungsi untuk memecah karbohidrat, yaitu selulose, hemiselulose dan lignin memecah protein dan lemak (Suharto, 1993). Akibatnya, itik yang diberi tambahan probiotik Starbio mempunyai daya cerna yang lebih tinggi sehingga zat-zat pakan yang diserap juga lebih banyak. Oleh karena itu PBBH lebih tinggi daripada ternak yang tidak diberi starbio. Ini diperkuat oleh hasil penelitian Zainuddin dkk. ( 1995 ), didapatkan bahwa penambahan probiotik Starbio 0,25 % pada pakan yang mengandung serat kasar 6 % nyata dapat meningkatkan pertambahan bobot badan itik pedaging. Di samping itu, hal itu juga disebabkan karena itik yang tidak diberi pakan starbio dalam pakannya tidak mampu mencerna serat kasar karena itik tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat kasar (Wahyu, 1997).
Peningkatan dosis Starbio tidak berpengaruh lebih baik terhadap penampilan itik jantan umur 7 minggu. Hal ini mungkin disebabkan karena ransum yang diberikan mengandung serat kasar yang rendah (± 4 %), sehingga dengan dosis yang paling rendah (0,15% Starbio dari jumlah pakan) sudah mampu mencerna zat-zat pakan yang dikonsumsi sehingga peningkatan dosis pemberian lebih tinggi dari perlakuan T1 tidak akan berpengaruh positif


3.      Konversi pakan
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan berpengaruh terhadap konversi pakan.
Tabel 12. Konversi Pakan Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7 Minggu.
 
ulangan
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
1
5.33
3.84
4.66
4.30
2
5.54
4.25
3.58
4.31
3
5.98
4.56
4.26
4.08
4
5.30
4.72
4.56
4.53
5
5.58
4.10
4.33
4.09
Rata-rata
5.54a
4.29b
4.27b
4.26b
Keterangan : Superskrip a, b yang berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan
          berbeda nyata (P<0,05).

Hasil analisis statistik uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa  konversi pakan itik pada perlakuan kontrol adalah 5,54 (Tabel 12), sedangkan perlakuan T1, T2 dan T3 masing-masing : 4.29, 4.27, dan 4.26 berbeda nyata (P<0,05) daripada T0.
Konversi pakan merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah konversi pakan semakin tinggi efisiensi penggunaan ransum.
Anggorodi ( 1995 ) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya konversi pakan meliputi daya cerna ternak, kualitas pakan yang dikonsumsi, serta keserasian nilai nutrien yang dikandung pakan tersebut.
Pemberian probiotik Starbio pada pakan ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Zainuddin dkk. ( 1994) yang menyatakan bahwa penggunaan probiotik Starbio dalam pakan ternak mampu meningkatkan efisiensi pakan melalui mekanisme kerja Starbio yang mampu mencerna lemak, serat kasar, dan protein dalam pakan menjadi bahan yang mudah diserap. Oleh karena itu, konversi pakan itik yang diberi penambahan probiotik dalam pakan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan konversi pakan pada ternak yang tan pa penambahan probiotik.
  1. Pelaksanaan Penyuluhan
            Penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2009 di kediaman Bapak Ramlan (ketua kelompok tani Sumber Rejeki Desa Glagahombo) bersamaan dengan acara pertemuan rutin selapanan (Minggu Pon). Pertemuan dihadiri oleh 13 anggota kelompok Sumber Rejeki. Jumlah anggota kelompok tani Sumber Rejeki sebenarnya adalah 20 anggota. Materi yang disampaikan adalah cara budidaya penggemukan itik petelur pejantan lokal dan manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan pendekatan kelompok. Sedangkan teknik  penyuluhannya dengan menggunakan teknik ceramah dan diskusi. Agar penyuluhan lebih efektif maka penyuluhan menggunakan kertas koran dan folder sebagai alat bantu.
            Untuk mengetahui tingkat efektivitas penyuluhan maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan kuesioner (dapat dilihat dilampiran 7) sebagai alat ukurnya. Kuesioner dibagikan dan diisi oleh responden sebelum dan sesudah penyuluhan sehingga didapatkan data pratest dan postest. Adapun rekapitulasi hasil pratest dan postest dapat dilihat di lampiran 8.
            Aspek yang diukur dalam penyuluhan adalah aspek pengetahuan. Adapun hasil pengukuran adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Analisis Pra Test dan Pos Test Aspek Pengetahuan Responden
 
No
Variabel pertanyaan
Pra test
Pos test
selisih
1


2

3


4


5

6

7


8

9



10


11



12


Apakah anda mengetahui apa yang dimaksud dengan itik petelur jantan lokal?
Apakah anda mengetahui manfaat budidaya itik petelur jantan lokal?
Apakah anda mengetahui kalau itik petelur jantan lokal cukup potensi untuk kembangkan?
Tahukah anda peralatan yang digunakan dalam budidaya itik petelur jantan lokal secara intensif?
Apakah anda mengetahui tentang probiotik starbio?
Tahukah anda manfaat starbio bagi ternak itik petelur jantan lokal?
Apakah anda mengetahui dosis pemberian starbio dalam campuran pakan itik petelur jantan lokal?
Dapatkah anda menyebutkan jenis-jenis pakan itik petelur jantan lokal?
Apakah anda mengetahui berapa lama pemeliharaan itik petelur jantan lokal bisa dipanen jika dipelihara dengan intensif?
Apakah anda mengerti sampai umur berapa itik petelur jantan lokal membutuhkan pemanas (indukan)?
Dapatkah anda menyebutkan tahapan persiapan kandang sebelum memasukan itik petelur jantan lokal ke dalam kandang?
Apakah anda mengetahui jika dengan pengelolaan yang baik usaha budidaya itik petelur pejantan lokal dapat memberikan keuntungan peternak?
1.54


1.54

1.4


1.7


1.31

1,5

1,2


1,46

1,5



1,54


1,62



1,5

2,77


2,69

2,5


2,6


2,69

2,5

2,5


2,54

2,5



2,46


2,38



2,2
1,23


1,15

1,2


0,9


1,38

1

1,4


1,58

0,4



0,92


0,77



0,7



Jumlah
17,77
30,38
12,61
Sumber : Data Primer Terolah



Analisis Deskriptive dengan rumus :

                                 Skor post test
EP    =                                                                                      X 100%
               Skor maksimal yang dikategorikan

EP  
                 Dengan melihat nilai EP (84,38) yang dicapai maka dapat disimpulkan bahwa penyuluhan berlangsung efektif.  Ginting, 1994 menyatakan kriteria penilaian Efektivitas penyuluhan adalah :
≤33,3 %                         = kurang efektif
33,3 %-66,7 %              = cukup efektif
≥66,7 %                         = efektif
Penyuluhan berlangsung efektif dimungkinkan karena sebagian besar anggota kelompok tani Sumber Rejeki adalah orang yang berpendidikan sehingga tingkat adopsi inovasi akan lebih cepat. Mardikanto (1993), menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan pendidikan yang lebih baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat tanggap dan mudah menerima informasi.
                     Skor post test-skor pra test
EPP    =                                                                                    X 100%
                    Skor maksimal-skor pra test

                     12,61
EPP    =                                                                      X 100% = 69,17%
                    18,23

Skala likert :
12 --------------------------20 -------------------------28 -------------------------36



              17,77                                              30,38
Tidak tahu                  Kurang tahu                         Tahu

Peningkatan aspek pengetahuan sebesar 12,61 dari kriteria tidak tahu menjadi tahu dikarenakan adanya perlakuan yaitu melakukan penyuluhan dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan petani sehingga petani sangat antusias mengikuti kegiatan penyuluhan. Hal ini dibuktikan dengan partisipasi aktif petani dalam diskusi kelompok. Mardikanto (1993), apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut harus selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat sasaran.
  1. Pengabdian Masyarakat

Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilaksanakan di kediaman Bapak Isriyadi (bendahara kelompok sumber rejeki Glagahombo) pada tanggal 22 Maret 2009 dalam acara rapat rutin selapanan (Minggu Pon). Pengabdian masyarakat yang dilakukan adalah pemutaran video tentang budidaya kelinci, pembibitan kambing, dan penggemukan sapi potong. Tujuannya adalah memberikan motivasi kepada anggota kelompok di dalam beternak, dan menambah pengetahuan anggota kelompok.  Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Media yang digunakan antara lain VCD, LCD projector, speaker aktif dan layar.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.    SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Petani mengetahui manfaat  pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal setelah diberikan penyuluhan dengan skor  efektifitas penyuluhan (EP) yang dicapai 84,38% masuk kriteria efektif dan efektifitas Perubahan Perilaku (EPP)  yang dicapai 69, 17% dari kriteria tidak tahu menjadi criteria tahu.
2.      Pemberian probiotik Starbio dalam pakan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, akan tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap (PBBH) dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal umur 7 minggu. PBBH pada T0 (19,07 g/ekor/hari) lebih kecil (P<0,05) dibandingkan PBBH pada perlakuan T1,T2, dan T3. Demikian pula konversi pakan pada T0 (5,54) lebih besar (P<0,05) daripada konversi pakan pada perlakuan T1, T2, dan T3. PBBH dan konversi pakan pada perlakuan T1, T2, dan T3 tidak berbeda nyata (P>0,05).
  1. SARAN
Dalam beternak itik petelur jantan lokal untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah hendaknya ditambahkan pemberian probiotik starbio dalam pakan dengan dosis 0,15% dari pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.,1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Cahyono B,2008. Sukses Beternak Itik Jantan Lokal Afkir.Pustaka Mina. Jakarta.
Deptan, 2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian. Penerbit DEPTAN. Jakarta.
Ginting, E. 1993. Metode KKL Mahasiswa APP, Penanggungan Malang
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Iskandar, S.T. 1994. “Komponen Karkas Enam Jenis Anak Itik Jantan Lokal Indonesia” dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai PenelitianTernak Ciawi.
Ketaren P.P, 2001. Pakan Ternak Itik. balitnak@indo.net.id. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Mardikanto T, 1993. Penyuluhan Pertanian Pembangunan. Penerbit Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Marzuki S, 1999. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Padmowihardjo S, 1994. Metode Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Rasyaf. M, 1993. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf. M, 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Satie D.L, 2007. Panduan Praktis Budidaya Itik Potong. www.poultryindonesia.com.     Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Siregar, 2009. Tentang Ternak Unggas. www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 5 Juni 2009.

Suharto dan Winantuningsih, 1993. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap Produktivitas,Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.
Urip Santoso, 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan Unggas, www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 10 Juni 2009.
UU no 16. 2006. Penyuluhn Pertanian Perikanan dan Kehutanan.  http:/ronggolawu 13.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Wahyu, 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widodo A.Y, 2008. Indonesia Swasembada Daging 2010? Mimpi kali ye Blog at WordPress.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Zainuddin, D., D.K. Diwyanto dan Suharto. 1994. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap Produktivitas, Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.









Title: Kecernaan Jerami Padi Fermentasi Dengan Probiotik Starbio Terhadap Domba Jantan Lokal Authors: Gultom, Gema Pirngadi Advisors: Wahyuni, Tri Hesti
Hanafi, Nevy Diana Issue Date: 1-Jun-2013 Abstract: GEMA PIRNGADI GULTOM, "Digestibility Rice Straw Fermented by Probiotics Starbio to Local Male Sheep" Guided by TRI Hesti WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in April 2012 - October 2012. Rice straw fermentation by probiotok Starbio can increase consumption, digestibility of dry matter and organic matter. This study aimed to determine the effect of the level of utilization of rice straw fermented with probiotok Starbio the digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. The design used in this study is a Latin square design (RBSL) with 4 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0 (unfermented rice straw), P1 (0.4 kg + 0.4 kg urea Starbio / 100 kg rice straw), P2 (0.6 kg + 0.6 kg urea Starbio / 100 kg rice straw) and P3 (0.8 kg + 0.8 kg urea Starbio / 100 kg rice straw). The results showed the average dry matter intake (g / head / day) 467.06; 465.72; 489.52 and 481.1 respectively. Average consumption of organic material (g / head / day) 391.49; 391.05; 412.92 and 403.65 respectively. Mean dry matter digestibility 47.57; 46.59; 50.07 and 49.17 respectively. Mean organic matter digestibility 83.59; 80.32; 81.90 and 82.56 respectively. Statistical analysis showed that administration of different levels of fermented rice straw probiotok Distinct Starbio no significant effect on consumption of dry matter, organic matter intake, digestibility of dry matter and organic matter digestibility local sheep ram. Abstract (other language): GEMA PIRNGADI GULTOM, “Kecernaan Jerami Padi Fermentasi dengan Probiotik Starbio terhadap Domba Jantan Lokal” Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April - Oktober 2012. Jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio tidak mempengaruhi konsumsi, kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level pemanfaatan jerami padi fermentasi dengan probiotok Starbio terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik domba jantan lokal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas P0 (jerami padi tanpa fermentasi), P1(0,4 kg Starbio + 0,4 kg urea/ 100 kg jerami padi), P2 (0,6 kg Starbio + 0,6 kg urea/ 100 kg jerami padi) dan P3 (0,8 kg Starbio + 0,8 kg urea/ 100 kg jerami padi). Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), dimana rataan konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) 467,06; 465,72; 489,52 dan 481,1. Rataan konsumsi bahan organik (g/ekor/hari) 391,49; 391,05; 412,92 dan 403,65. Rataan kecernaan bahan kering 47,57; 46,59; 50,07 dan 49,17. Rataan kecernaan bahan organik 83,59; 80,32; 81,90 dan 82,56. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan Starbio sampai level 0,8 kg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan organik domba jantan lokal. Keywords: Domba
Fermentasi
Jerami Padi dan Kecernaan URI: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37880 Appears in Collections:SP - Animal Husbandry


Membangun Kandang Sapi yang Baik dan Benar

11
kandan-sapiKandang sangat diperlukan dalam usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong. Ukuran kandang yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara dan perencanaan ke depannya. Menurut drh. Samsul Fikar & Dadi Ruhyadi di dalam bukunya, Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Potong, kandang yang baik dan benar harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.


1. Letak dan Arah Kandang
Menurut pengalaman penulis di lapangan, pertumbuhan bobot badan sapi dengan kandang (bagian kepala sapi) yang menghadap ke timur lebih baik dibandingkan dengan sapi yang kandangnya menghadap arah lain. Maka, jika membangun kandang tunggal, sebaiknya dibuat menghadap ke timur. Namun, jika membangun kandang ganda, buatlah membujur utara - selatan.

2. Ukuran Kandang
Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi dan jenis kandang yang digunakan, apakah kandang individu atau kandang kelompok. Umumnya, kebutuhan luas kandang sapi per ekor sekitar 1.5 x 2.5 m, 1.5 x 2 m, atau 1 x 1.5 m. Apa pun jenis kandang yang dibuat, baik kandang kelompok ataupun individu, peternak harus memenuhi kebutuhan luas kandang per ekor tersebut.

3. Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang ekonomis dan mudah diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan Iimbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar Iebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut tajam.

- Lantai
kandang-lantaiLantai kandang sapi biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan dibuat lebih tinggi dari lahan sekitarnya. Lantai bisa dialasi jerami, karpet, kayu datar, papan, atau serbuk gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka terkena lantai semen yang kasar. Pemberian alas juga membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor serta tidak terserang kuman penyakit. Selain itu, lantai yang diberi alas juga menjadi tidak cepat rusak akibat tergerus kaki sapi. Lantai kandang harus kuat, tidak licin, dan dibuat dengan kemiringan 15 derajat ke arah selokan di belakang sapi untuk mempermudah penampungan kotoran sapi dan pakan yang jatuh.

Kandang bakalan dan anakan biasanya hanya beralaskan semen. Sementara itu, kandang pembibitan biasanya beralaskan serbuk gergaji atau sekam. Kandang pembibitan atau persalinan membutuhkan kondisi yang mutlak kering. Karena itu, setiap periode melahirkan, serbuk gergaji harus diganti dengan yang baru.

- Dinding
Dinding kandang tidak boleh tertutup seluruhnya, harus dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, papan, kayu, bambu, dan bilik bambu. Kadang, dinding kandang hanya berupa tempat minum dan tempat pakan yang dibuat setinggi 0.5--1 meter dari permukaan tanah.

- Atap
Atap kandang bisa terbuat dari bahan asbes, genting, rumbia, atau seng. Kandang untuk sapi potong bisa menggunakan atap dari asbes, karena sapi potong lebih tahan terhadap panas. Kandang sapi juga boleh tidak menggunakan atap alias terbuka. Kandang terbuka yang kandang-lorongberatapkan langit ini biasanya digunakan untuk memelihara sapi bunting atau bakalan yang baru datang di peternakan. Kandang seperti ini membantu betina bunting untuk berlatih agar proses melahirkan bisa lancar.

- Lorong
Di kandang individu, biasanya terdapat lorong di tengah kandang sebagai area lalu lintas peternak atau pekerja untuk memberi pakan atau minum sapi. Lorong ini biasanya berukuran 0.5--1 meter dan dibuat dari bahan semen. Lantai semen sebaiknya diberi corak garis-garis agar tidak licin.

- Selokan
Selokan berfungsi sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar 20--30 cm dan kedalaman 10--20 cm. Selokan ini dibuat di dalam kandang di bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal maupun kandang ganda. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urine sapi.

- Bak Pakan dan Minum
kandang-pakanBak pakan dan bak air minum dibuat di depan kandang dengan perbandingan 2 : 1. Artinya, jika panjang bak pakan satu meter, maka panjang bak air minum setengah meter. Tempat pakan dan minum ini dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer. Tempat minum tidak boleh bocor dan harus mudah dibersihkan.

Selain hal di atas, ada beberapa ketentuan-ketentuan lainnya dalam pembuatan dan pengaturan kandang yang baik dan benar dan disesuaikan dengan jenis pemeliharaan. Beberapa peralatan juga sangat dibutuhkan dalam menunjang kesuksesan pemeliharaan sapi.

Secara lengkapnya, Anda bisa membacanya di dalam Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Potong terbitan AgroMedia Pustaka. Buku ini secara lengkap membahas berbagai kebutuhan informasi dalam membangun bisnis sapi potong, mulai dari cara memilih sapi potong unggul, persiapan beternak, pembibitan sapi potong secara alami, IB, atau transfer embrio, pemeliharaan pedet dari masa kolostrum hingga bakalan, penggemukan sapi potong dari memilih bakalan unggul, meramu pakan, cara perawatan, masalah kesehatan dan solusinya, panen dan pemasaran, hingga analisis (simulasi biaya) usaha sapi potong.




Kandungan jerami padi

Tinggalkan Sebuah Komentar Posted by wiwaha pada Januari 23, 2013

Kompos jerami padi memiliki potensi hara yang sangat tinggi yang harus dimanfaatkan para petani Indonesia. Berikut ini hasil analisa kompos jerami padi yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu:
Rasio C/N 18,88
C 35,11%
N 1,86%
P2O5 0,21%
K2O 5,35%
Air 55%

Dari data di atas, per ton kompos jerami padi memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl atau total 136,27 kg NPK .
Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1,4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya  (GKG) sekitar 6 ton per ha, jeraminya tinggal dikali dengan 1,4 yaitu 8,4 ton jerami per ha. Jika jerami ini dibuat kompos dan rendemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 5,04 ton kompos jerami padi. 
Berarti dalam satu ha sawah akan menghasilkan 208,15 kg urea, 29,23 kg SP36, 449,42 KCl atau total 686,80 NPK dari kompos jerami padinya. Sebenarnya informasi ini bisa membuat lega untuk para petani padi kita karena mereka bisa menanam padi tanpa takut harga urea mahal. Menanam padi tanpa perlu menggunakan pupuk kimia yang menjadi impian semua petani.
Setelah kita mengetahui hasil analisa kandungan kompos jerami padi sudah pasti kita harus memanfaatkannya untuk mengurangi biaya budidaya padi kita dan ada yang lebih penting lagi yaitu untuk mengembalikan kesuburan tanah kita. Jangan hanya mengambil solusi yang serba praktis dan mudah dengan cara membakar jerami.




TEKNIK PEMBUATAN AMONIASI UREA JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK

TEKNIK PEMBUATAN AMONIASI UREA JERAMI PADI
SEBAGAI PAKAN TERNAK
Oleh: Syam Rahadi, S.Pt, MP.

(Penulis ”sebelah kiri” sedang memberikan makalah)
Makalah ini disampaikan pada PENERAPAN IPTEK Pemanfaatan Limbah Jerami Padi Melalui Teknologi Amoniasi untuk Mengatasi Kekurangan Pakan di Musim Kemarau, di Desa Alebo Kec. Konda Kab. Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, 24 November 2008. atas biaya The Develompent and Upgrading of Haluoleo University-IDB Loan
Latar Belakang
Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba)
Untuk meningkatan produksi perlu penyediaan hijauan pakan yang cukup baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya
Hijauan pakan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau kebun rumput, tegalan, pematang serta pinggiran jalan.
Faktor Penghambat Penyedian Hijauan Pakan
(a)Terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri
(b)Sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia semakin berkurang
(c)Secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah
Solusi
  • Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan
  • Sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah
  • Jenis limbah pertanian sebagai sumber pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar dll.
  • Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia
  • Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak telah umum dilakukan di daerah tropik, terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau
  • Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah
  • Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31-39%, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36-62%, dan sekitar 7-16% digunakan untuk keperluan industri
Kelemahan Jerami Padi
  • Kandungan nutrisi yang rendah, misalnya kandungan protein jerami 3-5 %, sedangkan protein rumput gajah mencapai 12-14%
  • Rendahnya kecernaan yang disebabkan oleh:
1. terdapat lignin sekitar 6-7%
2. Mengandung silikat 13 %
  • Silikat dan lignin ini bagaikan kaca pelapis, yang melapisi zat-zat yang berguna dan bernilai energi tinggi seperti protein, selulose, hemiselulose
  • Ikatan serat di dalamnya juga sangat kuat
Pengolahan Jerami Padi dengan Amoniasi Urea
  1. Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia
  2. Pengadaan gas amonia mahal
  3. Urea atau CO(NH2)2, Sumber gas amonia yang murah dan mudah diperoleh,
  4. 1 kg urea menghasilkan 0,57 kg gas amonia
  5. Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung + 45 % unsur nitrogen
Manfaat Amoniasi
  1. Merubah tekstur dan warna jerami yang semula keras berubah menjadi lunak dan rapuh
  2. Warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua
  3. Meningkatkan kadar protein, serat kasar, energi bruto (GE), tetapi menurunkan kadar bahan ekstrak tiada nitrogen (BETN) dan dinding sel
  4. Meningkatkan bahan kering, bahan organik, dinding sel, nutrien tercerna total, energi tercerna, dan konsumsi bahan kering jerami padi
  5. NH3 cairan rumen meningkat
  6. Memberikan balan nitrogen yang positif
  7. Menghambat pertumbuhan jamur
  8. Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami.
Hasil Analisa Laboratorium Amoniasi Urea Jerami Padi

Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
Jerami Padi
Teramoniasi
Protein Kasar (%)
3,45
6,66
Lemak (%)
1,20
1,21
Serat Kasar (%)
33,02
35,19
BETN
37,27
31,76
Abu
25,06
25,18
Kandungan Dinding Sel
(NDF) (%)
79,80
75,09
Energi Bruto (GE)
(Kcal/kg)
3539,48
3927,36
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M. (1987)
Kecernaan Zat-zat Makanan Jerami Padi
Kecernaan
Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
Jerami Padi
Teramoniasi
Bahan Kering (%)
40,65
50,09
Bahan Organik (%)
50,57
60,51
Dnding Sel/NDF (%)
46,51
60,51
Nutrien tercerna total/
TDN (%)
38,59
46,37
Energi Tercerna/DE
(Kcal/g)
1,45
1,99
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M. (1987)


Jerami Padi
Tanpa Amoniasi
Jerami Padi
Teramoniasi
Konsumsi BK (g)
(per ekor per kg Berat
Badan Metabolit)
63,04
72,00
Balans Nitrogen
-0,0039
0,0026
Konsentrasi NH3
(mg/100 ml)
0,11
5,22
pH cairan rumen
0,18
1,14
Konsentrasi urea darah
(mg/100 ml)
0,47
7,31
Sumber: Chuzaemi, S. dan Soejono, M. (1987)